Sabtu, 18 Juni 2011

RESENSI




Judul                           : Prophetic Education
Pengarang                   : Dr. Moh. Roqib, M.Ag.
Penerbit                       : STAIN Press
Tahun Terbit                : Cetakan I tahun 2011
Kota Terbit                  : Purwokerto
Jumlah Halaman          : 390

Jika Dr. Moh. Roqib, M.Ag. menyatakan ada tiga orang (Kuntowijoyo, Muhammad Iqbal dan Roger Garaudy) yang mempopulerkan istilah prophetic, maka di tahun 2011 ini sudah muncul satu tokoh lagi yang memakai istilah phrophetik yaitu M. Abdul Halim Sani dalam bukunya yang berjudul “Manifesto Gerakan Intelektual Profetik” terbitan Samudra Biru Yogyakarta di bulan Februari kemarin.
Prophetic Education merupakan buku karya beliau yang ke-16. Mengupas Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan. Seperti yang kita tahu, kata phrophetic dan education itu serapan dari Bahasa Inggris. Prophet berarti nabi dan education berarti pendidikan. Perlu pembaca ketahui bahwa Phrophetic itu sendiri aslinya berasal dari bahasa Yunani, “Prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang bicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan. Lantas apa yang dimaksud dengan phrophetic education?
Dalam buku ini disebutkan bahwa, Pendidikan Profetik atau Prophetic Education merupakan proses transfer pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan alam sekaligus memahamnya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul ummah).
Makna Filsafat dan budaya profetik jika dikonstektualikan dalam pendidikan dibahas secara runtut, mulai dari : tujuan pendidikan profetik, materi pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran profetik, peserta didik dan pendidik yang profetik, evaluasi pendidikan profetik hingga lembaga pendidikan profetik. Bahasa tutur yang ringan menjadikan nilai plus tersendiri dari buku ini. Sehingga semua kalangan dengan mudah memahami materi yang disampaikan.
Pembahasan pemikiran salah satu tokoh dalam paradigma profetik yang disuguhkan menjadikan penambahan kosa kata yang pada akhirnya membuat pembaca sedikit enggan karena menjadikan demikian banyak halaman yang pastinya membutuhkan waktu lama untuk membacanya. Kedetailannya dalam menuliskan menjadikan pembahasan pendukung lebih dominan sehingga terkesan seperti penelitian karya sastra tokoh tertentu.
Suatu kelebihan buku-buku terbitan Indonesia yaitu banyak catatan kaki dan terkesan bukan pemikiran murni si penulis. Berbeda dengan Negara lain menerbitkan jenis buku tertentu yang terbatas tapi murni penelitian. Ini menjadikan kritik yang patut dipertimbangkan.
Keseluruhan isi buku ungkapkan gagasan terkait format baru pendidikan yang lebih komprehensif dengan membidik manusia yang tidak terpisah dengan Tuhan dan alam (antropologis) sebagai paradigmanya. Bukan sekedar gagasan, melainkan potret pendidikan ideal di masa depan. Realisasi lebih bagus daripada konsep dan design, semoga suatu saat nanti ditemukan lembaga pendidikan semacam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar