Sabtu, 06 Agustus 2011

Paper Usang



Sedikit sangsi untuk menulis ketika melihat tema yang disuguhkan, “Mahasiswa dan Integritas Kepemimpinan Nasional”. Mencerna makna “Integritas[1]” dalam kamus ilmiah menjadikan suatu langkah tersendiri. Dari sini penulis sadar akan apatisnya[2] diri ini terhadap istilah-istilah popular. Bahkan istilah dalam dunia perpolitikan sendiri. Seperti kata “skandal”[3] yang muncul belum lama ini. Kemudian disusul dengan istilah “Testimoni”[4], “Intervensi”[5] dan istilah baru lain yang memaksa memory otak untuk menyimpan kosakata-kosakata itu. Terkadang ini menjadi skeptis[6] jika dihadapkan pada realita kehidupan yang keras dan harus dijalani.
Terlepas dari itu semua satu yang menjadikan keresahan ketika dihadapkan pada kenyataan hidup di masyarakat, bahwa “Mahasiswa adalah manusia sempurna yang bisa segalanya”. Meski label kehormatan yang disandangkan ini tidak mampu terpenuhi seutuhnya oleh kaum intelektual muda bergelar Mahasiswa. Hingga memunculkan anggapan bahwa mahasiswa dengan gagasan-gagasan birilian pun bisa dihitung dengan jari, apa lagi dengan mereka yang diebut aktifis. Hanya segelintir orang saja. Dari sini, pertanyaan pun muncul, apa orang-orang yang turun ke jalan, yang masih peduli untuk menyuarakan jeritan masyarakat terhadap pemimpin-pemimpin negeri ini juga sedikit ? Apa hanya mereka saja yang berkoar-koar di luar sana bersama segerombol manusia dengan menunjukan papan bertuliskan tuntutan-tuntutan yang ingin dipenuhi pemerintah? Apa hanya itu yang mampu melunakan hati pemerintah hingga menjadikan mereka turun tangan selesaikan permasalahan ?
Terlalu kompleks permasalahan yang dihadapi Bangsa ini. Kasus korupsi yang tak berujung, Pembantaian masal masa lalu, Penghilangan tokoh pada orde baru, Kasus Trisakti, HAM, TKI (Tenaga Kerja Indonesia), bahkan sampai tuntutan kenaikan gaji Presiden pun menjadi sorotan. Seakan semua yang menjadi pusat perhatian hanya masalah-masalah itu dan cenderung bombastis[7]. Penyelesaian pun tak terdeteksi sampai mana, bahkan kasus-kasus baru saling susul-menyusul menutupi kasus lama yang makin tenggelam dari sorotan masyarakat.
 ALNI ( Alangkah Lucunya Negeri Ini) representasi pemberdayaan anak-anak pengamen muncul dengan lakon yang unik gambaran realita kehidupan kota. Film pendek yang menyoroti kehidupan karyawan pabrik sampai eksploitasi bumi pertiwi ini pun ditampilkan.
Satu yang belum terjamah oleh mata kita, durasi mini waduk Wadas Lintang di Wonosobo, Gambar tenggelamnya kaum tani. Hamparan sawah ladang, samudra hijau kehidupan. Pepohonan sang penjaga mata air, air yang mengalir dalam jiwa, alam penjaga keseimbangan. Dalam kehidupan apapun mereka nikmati secukupnya. Menanam, merawat dan menjaga kehidupan. Bulir-bulir padi harapan beranak pinak menjadi lumbung pangan mereka. Hingga pada tahun 1983 datang jaminan yang mereka pun tak paham. Mereka diusir. Nasib mereka ditentukan harga jualnya, Rp 125-Rp 675 per-meter tanah. Kemudian Wadas lintang menjadi bendungan, pembangunan namanya. Air bah membanjir, tanah rumah dan nisan sanak saudara tak lagi nampak, terkubur nan jauh di dasar air bendungan. Anak cucu mereka merantau ke kota, menjadi buruh, pedagang asongan, transmigrasi, bahkan memilih tetap tinggal di bukit terjal nan cadas pun harus siap dengan segala resiko. Di tengah limpahan air yang mereka minum sisanya hasil berebut dengan pinus-pinus perhutani dan terpaksa bekerja sebagai buruh perhutani. Merawat tanah dan tanaman yang tak pernah mereka miliki. Pembangkit listrik hanya untuk industri, tak menyisakan terang bagi mereka. Soal sekolah, SD pun menjadi keberuntungan, ke SMP susah transportasinya, hidup petani yang seakan dipermainkan. Siapa yang mesti mengurus rakyat seperti mereka ? Apa yang harus mereka lakukan? Siapa yang dapat ikut perjuangkan nasib mereka?
Mahasiswa sebagai tumpuan perubahan penentu arah kemana negri ini akan bermuara menjadi harapan besar ibu pertiwi. Kampus, kawah candra dimuka merupakan wahana berproses yang akan membuka mata hati kita. Menatap bagian kecil kelompok manusia dengan segal problema hingga masalah besar yang dihadapi negeri ini. Orientasi bukan sekedar mengais rejeki atau sebagai karyawan setelah usai belajar, melainkan pengabdian kepada masyarakat, bangsa, Negara dan agama. RidhaNya senantiasa turut menyertai langkah  kaki susuri aral yang melintang.
…Fastabiqul khairat…


[1] Integritas : kesempurnaan, kesatuan, keperpaduan, ketulusan hati, kejujuran, tak tersuap.
[2] Apatis : cuek
[3] Skandal : Perkara yang memalukan, perbuatan tercela
[4] Testimony : keterangan, kesaksian
[5] Intervensi : campur tangan
[6] Skeptis : ragu-ragu, sangsi
[7] Bombastis : omong kosong, bualan semata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar