A. PENDAHULUAN
Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini tidak
akan lepas dari sejarah pendidikan pada masa sebelumnya. Ketika bangsa asli
Indonesia (pribumi) melaksanakan pendidikan tradisional ala pesantren, maka ketertarikan
salah seorang tokoh pada sistem pendidikan Barat, bernamakan Ahmad Dahlan
memberanikan diri memodifikasi pendidikan di lembaga pendidikannya. Meskipun
harus menerima ejekan “Kyai Kafir” hanya karena menggunakan meja, kursi dan
papan tulis dalam proses pembelajaran disamping perubahan arah kiblat yang
digagasnya.
Tantangan akan selalu ada. Demikian dalam
perkembangan pendidikan di negara kita ini. Dari hal-hal yang kurang baik yang
dihadapi tokoh pelopor pendidikannya, maupun pelaku pendidikan pada saat ini.
Dari pendidikan yang mahal untuk didapat hingga permainan oknum yang kurang
bertanggungjawab menjadikan komersialisasi pendidikan harus ada. Tantangan lain
adalah menjawab ketertinggalan perkembangan pendidikan di negara sendiri jika
dibandingkan negara tetangga.
Dalam resume ini akan memaparkan konsep pendidikan
Ahmad Dahlan juga biografi beliau, yang diharapkan mampu memasok pengetahuan
kita dan membandingkan gagasan pendidikan dengan tokoh lain yang pada akhirnya
mampu menjadikan lembaga pendidikan Indonesia berkembang hingga saat ini.
B. PEMBAHASAN
a. Biografi
Ahmad Dahlan, atau lebih sering disebut KH. Ahmad
Dahlan adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau juga salah satu
pendiri organisasi masyarakat bernamakan Muhammadiyah yang masih eksis hingga
saat ini.
KH. Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di
Yogykarta dan meninggal pada 23 Februari 1923 pada usia 55 tahun. Nama kecilnya
adalah Muhammad Darwisy. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara
dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang
juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ia termasuk keturunan yang kedua belas
dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo,
yaitu pelopor penyebar agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik
Ibrahim, Maulana Ishaq,
Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai
Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad
Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, beliau berangkat haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh,
Al-Afghani,
Rasyid Ridha
dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888,
ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903,
beliu kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912,
ia mendirikan Muhammadiyah
di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah,
sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil yang kelak dikenal dengan
Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti
Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula
menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di
KarangKajen, Yogyakarta.
b. Hal
Menarik dari Ahmad Dahlan
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah,
ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan
berdagang batik yang saat itu
merupakan profesi wiraswasta yang cukup baik di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan
mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, KH. Ahmad Dahlan juga dengan mudah
diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga beliau juga
dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam
dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan
agama Islam. la ingin mengajak
umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini
berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912.
Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga
mendapatkan perlawanan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen,
mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang
kebanyakan dari golongan priyayi,
dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama
Islam di sekolah OSVIA
Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan
cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua
rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912,
Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda
untuk mendapatkan badan hukum untuk
organisasi yang didirikannya. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914,
dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu
hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah
Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain
telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang,
Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di
Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang
Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya
jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan
Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu
wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
KH Ahmad Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh
agama lain seperti Pastur van Lith
pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh KH Ahmad
Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan
Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian
hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh KH. Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama
dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan
terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di
seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah,
telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun),
yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
c. Gelar
Penghormatan KH. Ahmad Dahlan
Atas
jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun
1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat
Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar
dan berbuat.
2.
Dengan organisasi Muhammadiyah yang
didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya.
Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat,
dengan dasar iman dan Islam.
3.
Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah
mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi
kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4.
Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita
(Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan
berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
d. Konsep
Pendidikan Ahmad Dahlan
Menurut
KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam
proses pembangunan uamt. Upaya mengaktualisasikan
gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
1. Tujuan
Pendidikan
Menurut
KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan
pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren
dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya
bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang
didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dualisme pendidikan
tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai
agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu
umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat
ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang
sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan
kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan
mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
2.
Materi pendidikan
Berangkat
dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan
karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental
dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3.
Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan
tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran
agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus
diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
1. Cara belajar-mengajar di pesantren
menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem
masihal seperti sekolah Belanda.
2.
Bahan pelajaran
di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah
bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
3. Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid
biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang
dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan
guru-murid yang akrab.
C. KESIMPULAN
Tantangan harus dihadapi dalam bentuk apa pun.
Demikian dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Ini tidak lepas dari
keinginan untuk menjadikn pendidikan lebih maju yang pada akhirnya nanti
menjadikan manusia Indonesia yang cerdas seperti tertung dalam tujuan
pendidikan Nasional.
Segala model pendidikan pada dasarnya baik diadopsi
dan disesuaikan dalam penyampaian materi pembelajaran di kelas karena
sesungguhnya tugas guru adalah bagaimana memahamkan siswa terhadap materi yang
disampaikan.
Kiranya KH. Ahmad Dahlan telah mengilhami kita semua
untuk terus dan terus berjuang dalam dunia pendidikan. Mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengejar ketertinggalan terhadap negara tetangga.
D. SUMBER
Nizar,
Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendidikan historis, teoritis,
Jakarta: Ciputat Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar