A. PENGERTIAN
Qawa'id merupakan
jama' dari kata قاعدة yang berarti aturan,
undang-undang. Yang dimaksud dengan Qawa’id disini adalah tata bahasa yang
meliputi Nahwu dan Sharaf.
Menurut Achmad Sunarto, dalam bukunya yang berjudul
Qowaidul Lughoh, Ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya. Sedangkan Ilmu
Shorof menurut K.H. Moch. Anwar adalah ilmu yang mempelajari perubahan
bentuk asal suatu kata menjadi bentuk-bentuk lain untuk mencapai arti yang
dikehendaki yang hanya bisa tercapai dengan adanya perubahan. Demikian juga
menurut Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati yang menyatakan bahwa, nahwu
itu membicarakan hukum-hukum huruf, kata dan kalimat, serta bunyi akhir sebuah
kata. Sedangkan sorof membicarakan perubahan bentuk kata kerja ke kata
benda turunan, dan perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari perbuatan
tersebut.
B. POSISI QOWA’ID
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, Qowa’id tidak
dilaksanakan tersendiri dengan tujuan menghafal kaidah-kaidah tatabahasa
semata. Biasanya Qowa’id diajarkan melalui bahan bacaan dalam pembelajaran
Qiro’ah.
Dengan demikian jelaslah bahwa Qowa’id untuk tingkat
permulaan dan tingkat menengah belum boleh diajarkan sebagai tujuan. Karena
sebenarnya tujuan dari pengajaran Qowa’id ialah kemampuan mengutarakan fikiran
dan perasaan dengan bahasa yang benar dan cermat serta kemahiran memahami apa
yang didegar dan apa yang dibaca.
C. PRO KONTRA PEMBELAJARAN QOWA’ID
Kebanyakan orang menganggap seseorang dikatakan
berhasil belajar bahasa ketika dia mampu melafalkan kata-kata, juga
kalimat-kalimat dari bahasa yang ia pelajari.
Ketika melafalkan kalimat dalam bahasa asing pun
tidak sekedar mampu melafalkan tapi dituntut menggunakan struktur kalimat yang
benar. Nah, disinilah Qowa’id dianggap
penting untuk dipelajari dan diajarkan.
Ketika berbicara awal mula manusia mampu berbicara,
maka kita akan mengenal istilah bahasa ibu. Dimana seorang anak kecil bisa
bicara pada awalnya dengan kata-kata sederhana, seperti : mama, papa dan
kata-kata lain yang mudah diucapkan. Demikian dengan belajar bahasa Arab, ada
sebagian orang yang meyakini bahwa untuk menguasai bahasa Arah, harus hafal
banyak kosa kata. Sedangkan belajar Qowa’idnya bisa dikuasai setelahnya.
Demikian sebaliknya, ada yang menyatakan bahwa penguasaan Qowa’id dari awal
lebih penting dan ini akan membantu dalam penyampaian secara terstruktur dan
sistematis.
Adapun dalam pelaksanaannya setiap orang memiliki
keyakinan masing-masing. Apakah mendahulukan mufrodatnya dulu atau qowa’idnya
atau bahkan kombinasi antar keduanya.
D. WAKTU PEMBELAJARAN QOWA’ID
Kowa’id mulai dipelajari semenjak sekolah dasar,
seperti di MI atau SD, kemudian berlanjut di SMP atau MTs, SMA atau MA,
kemudian di Perguruan tinggi. Hanya saja metode penyampaiannya yang berbeda.
Ada yang disampaikan contoh-contohnya dulu, kemudian kaidahnya (Metode Qiyasi)
atau kaidahnya dulu baru contoh-contohnya (Metode Istiqro’i).
E. JENIS-JENIS METODE QOWA’ID
Dalam pembelajaran Qowa’id, terutama ilmu Nahwu,
terdapat dua model pembelajaran yang dikenal dengan Metode Qiyasi ( الطريقة القياسية
) dan Istiqro’i (اطريقة الاستقرائية ) . Metode Qiyasi diposisikan untuk
menyajikan kaidah-kaidah Nahwu terlebih dahulu kemudian contoh-contohnya. Sedangkan
metode Istiqro’i dimulai dari pemaparan contoh-contoh kemudian baru mempelajari
kaidah. Metode Qiyasi disebut juga metode deduktif dan metode Istiqro disebut
dengan metode induktif.
F. TINGKATAN PEMBELAJARAN QOWA’ID
Dalam pembelajaran Qowa’id, metode istiqro
diterapkan di sekolah tingkat SD, MI, SMP, MTs, SMA dan MA. Sedangkan metode Qiyasi
digunakan di perguruan tinggi. Ini tidak terlepas dari pembacaan dunia
pendidikan terutama kemampuan siswa dalam penguasaan materi Bahasa Arab. Ini
tidak lepas dari prinsip penyampaian pembelajaran yang dimulai dari yang
termudah menuju tingkat kesulitan tertentu.
G. CARA MENGAJARKAN QOWA’ID
Dalam mengajarkan Qowa’id dipakai dua metode seperti
yang telah disebutkan diatas. Adapun dalam menerapkannya adalah sebagai
berikut:
1.
Metode Qiyasi ( الطريقة القياسية )
Metode Qiyasi (deduktif) adalah metode yang tertua
dalam pengajaran ilmu nahwu, namun meskipun sudah lama metode ini masih
dipergunakan hingga sekarang.
Cara penerapan metode Qiyasi adalah sebagai berikut:
a) Guru
memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu.
b) Guru
menjelaskan kaidah-kaidah nahwu terkait materi yang sedang dipelajari.
c) Guru
mengarahkan siswa untuk memahami dan menghafal kaidah-kaidah nahwu.
d) Guru
mengemukakan contoh-contoh yang berkaitan dengan kaidah.
e) Guru
memberikan kesimpulan pelajaran.
f) Siswa
diminta mengerjakan soal-soal latihan.
Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah siswa mampu memahami kaidah-kaidah bahasa Arab yang telah
dijelaskan oleh guru pada jam pelajaran sehingga membantunya dalam
menyelesaikan mengerjakan soal. Adapun kelemahannya yaitu siswa dibebani
menghafal kaidah-kaidah tanpa menguasai perbendaharaan kosa kata dan guru
terbebani kaidah-kaidah yang harus dituliskan di papan tulis juga penguasaan
lebih jauh materi yang hendak disampaikan.
2.
Metode Istiqro’I (اطريقة الاستقرائية )
Metode istiqro’I disebut juga metode induktif. Dalam
proses belajar mengajar, metode ini dimulai dari pemaparan contoh-contoh dan
memperbanyak latihan baru kemudian mempelajari kaidah-kaidah bahasanya.
Pendukung metode ini berpendapat bahwa metode inilah
yang paling alamiah yang dilalui oleh pemikiran untuk sampai kepada
pengetahuannya juga akan membuka tabir yang terselubung dan menjelaskan hal-hal
yang kabur.
Penerapan metode Istiqro’I dalam pembelajaran
Qowa’id bisa dilakukan dengan cara:
a) Guru
memulai pembelajaran dengan menentukan topic terlebih dahulu.
b) Guru
menampilkan contoh-contoh kalimat yang berhubungan dengan tema.
c) Siswa
diarahkan untuk membaca contoh-contoh tersebut.
d) Guru
menjelaskan kaidah nahwu dan sorof yang terdapat dalam contoh.
e) Guru
bersama siswa membuat kesimpulan tentang kaidah nahwu yang terkandung dalam
contoh.
f) Siswa
diminta untuk mengerjakan latihan-latihan
Jadi dalam pembelajaran bahasa Arab, guru diharapkan
mampu mengarahkan siswa dengan metode yang telah ditentukan. Adapun penyampaian
materinya dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan memungkinkan siswa untuk
memahami materi yang disampaikan. Selain itu, hendaknya guru menguasai materi
sehingga dalam penyampaian akan lebih mudah.
H. SUMBER
Tulisan ini bersumber dari lima buku,
diantaranya:
1. Anwar,
Mochammad. 1987. Ilmu Sharaf. Bandung: Sinar Baru.
2. Anwar,
Mochammad. 1992. Ilmu Nahwu. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
3. Dayyab,
Hifni Bek. 1990. Qowa’idul Lughoh. Surabaya: Al-Hidayah.
4. Mujib,
Fathul dan Nailur Rahmawati. 2011 Metode Permainan-Permainan Edukatif dalam
Belajar Bahasa Arab. Jogjakarta: Diva Press.
5. Sumardi,
Mulyanto dan Kafrawi. 1976. Pedoman Pengajarann Bahasa Arab Pada Perguruan
Tinggi Agama Islam. Jakarta: Depag RI.
Dengan banyaknya yang menyukai burung lovebird, harga jual burung ini pun sangat tinggi dan meningkat, seiring dengan berjalannya waktu. Sehingga wajar, bila para peternak burung berlomba-lomba membudidayakan burung lovebird agar meraup banyak keuntungan. Namun hal yang banyak terjadi, dalam proses budidaya/beternak burung lovebird, Kita sering mengalami kegagalan untuk mengawinkan keduanya (jantan dan betina). Alasannya cukup simpel, tidak sedikit burung. Masih berkaitan Jika menggunakan cabai bubuk korea warnanya akan jauh lebih merah dan jika menggunakan cabai lokal warnanya tidak secerah cabai korea tapi rasanya lebih mantap.
BalasHapusMasmuka Artinya Cara Mengobati Penyakit Mata (Snot) Pada Lovebird Ufa Bunga SMartphone