PENGERTIAN
Metode : langkah-langkah yang harus dimbil dalam pembelajaran, cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metodologi : teori dari metode
Metodelogis : sifat metode
KOMPETENSI DASAR (KD)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan : pendekatan, Metode, Teknik, Strategi, Sistem dan Model.
2. Menerapkan : Pendekatan, Metode, Teknik, Strategi, Sistem dan Model dalam pembelajaran.
3. Membangkitkan motivasi belajar.
TUJUAN DAN MANFAAT
1. Membangun system penyampaian pembelajaran yang sistematis.
a. Kita mengetahui bagaimana menerapkan metode, teknik, strategi, system dan model.
b. Kita mengetahui bagaimana membangun motivasi siswa.
c. Kita mampu mempraktekan di lapangan.
2. Pendekatan (filosofis), metode (teknis/procedural) dan teknik (oprasional) suatu strategi.
a. Pendekatan yaitu persepsi, asumsi, keyakinan tentang sesuatu tentang apa yang akan dilakukan.
b. Metode yaitu langkah-langkah yang harus diambil dalam pembelajaran atau cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Teknik yaitu cara yang dilakukan seseorang dalam menerapkan suatu metode secara spesifik.
d. Strategi yaitu rencana tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam sebuah pembelajaran atau kegiatan-kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan guru dan siswa agar kegiatan tersebut dapat efektif dan efisien.
e. Model yaitu bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
BAB 1
KELEBIHAN, KEKURANGAN, TANTANGAN DAN PELUANG BAHASA ARAB
a. Kelebihan Bahasa Arab
Kelebihan yang dimiliki Bahasa Arab adalah sebagai berikut :
§ Bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an
§ Bahasa Arab sebagai bahasa resmi yang digunakan dalam dunia internasional
§ Huruf-huruf Arab memiliki keunikan tertentu seperti adanya harokat yang dengannnya dapat dibedakan subyek, objek, dll.
§ Bahasa Arab sebagai bahasa penghubung antar umat islam di dunia
§ Dengan menguasai bahasa Arab, orang muslim bisa memahami perkembangan ilmu pengetahuan agama lebih mendalam.
§ Bahasa arab kekal sepanjang zaman
§ Bahasa Arab itu padat makna
§ Bahasa Arab itu mudah dihafal dan tidak menjemukan
b. Kekurangan Bahasa Arab
Kekurangan disini diartikan sebagai hambatan dalam mempelajari Bahasa Arab jika dilihat dari dua aspek, yaitu:
1. Kebahasaan
Masalah kebahasaan yang muncul dalam pembelajaran Bahasa Arab adalah sebagai berikut:
Ø Kesulitan dalam aspek bunyi karena adanya perbedaan bunyi, ada fonem bahasa Arab yang tidak ada bandingannya dalam bahasa Indonesia. Misalkan : Tsa, ‘ain, gain, tha, kha, ha.
Ø Kesulitan dalam mendengarkan suara huruf yang berdekatan makhrojnya, contoh : ha, sod, tsa, sa, kha.
2. Tenaga pengajar
Tenaga pengajar di Indonesia sedikit yang menguasai pelajaran bahasa Arab. Mereka mengajar bahasa Arab ala Indonesia, maksudnya mereka mengajar bahasa dengan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Hal seperti ini tidak dapat dipungkiri karena mereka tidak dipersiapkan untuk itu, tapi mereka mempunyai kesempatan untuk mengajar bahasa Arab meskipun pasif.
Kebanyakan dari tenaga pengajar bahasa Arab di Indonesia, ketika telah dimulai kegiatan belajar-mengajar, ia tidak menggunakan bahasa Arab, hal ini mempengaruhi siswanya dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Arab. Padahal semakin sering siswa mendengar bahasa Arab ia akan semakin dekat dengan bahasa Arab.
Pengajar biasanya langsung pindah materi tanpa tahu apakah anak didiknya sudah paham dengan materi yang telah diajarkan. Mengajar untuk orang non Arab sebaiknya dilakukan metode drilling, karena mereka masih asing dengan istilah-istilah bahasa Arab.
Jarang sekali pengajar memberikan latihan-latihan (tugas) untuk anak didiknya, sehingga ia tidak hanya memberikan materi saja. Lebih bagus juga adanya timbal balik dari siswanya. Tetapi perlu diingat ketika hendak memberi latihan haruslah melihat anak didiknya siap. Timbal balik dari siswa bisa dicontohkan dengan mereka aktif bertanya bisa dilatih dengan menggunakan bahasa Arab.
c. Tantangan Mempelajari Bahasa Arab
Menurut ‘Abd al Shabar Syahin, pendidikan bahasa Arab dewasa ini dihadapkan pada berbagai tantangan yang serius yaitu:
Akibat globalisasi, penggunaan bahasa Arab fushha di kalangan masyarakat Arab sendiri mulai berkurang frekuensi dan proporsinya, cenderung digantikan dengan bahasa Arab ‘Ammiyah dan dialek local.
Realitanya, bahasa Arab sekarang juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, tepatnya tanganan pola hidup dan colonial Barat, termasuk penyebarluasan bahasa Arab di dunia islam.
Derasnya gelombang pendangkalan aqidah, akhlak dan penjauhan generasi muda islam dan sumber-sumber ajaran islam melalui pencitraan buruk terhadap bahasa Arab. Dalam waktu yang sama terjadi kampanye besar-besaran atas nama globalisasi untuk menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling kompatibel dengan kemajuan teknologi.
Selain ada upaya pernggantian huruf Arab dengan latin, bahasa Arab pada lembaga pendidikan di dunia islam juga mulai digeser meskipun belum sampai digantikan oleh bahasa Inggris atau Prancis sebagai bahasa pengantar untuk pembelajaran sains.
Sumber-sumber dan literature kebahasa Araban di lembaga pendidikan kita juga masih relative kurang. Hal ini antara lain disebabkan oleh minimnya perhatian pimpinan fakultas dan universitas untuk mengembangkan pendidikan bahasa Arab dan juga disebabkan oleh kurangnya hubungan lintas universitas atau lembaga pendidikan dalam bentuk kerjasama ilmiah kita dengan perguruan tinggi di Timur Tengah sehingga kita tidak banyak mendapat pasokan sumber-sumber dan hasil-hasil penelitian kebahasa Araban. Selain itu penting juga ditegaskan bahwa perhatian negara-negara Arab dalam bentuk penyediaan sumber belajar, termasuk referensi dan literature yang memadai untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia relative masih kurang.
d. Peluang Mempelajari Bahasa Arab
Setiap tantangan pasti memberikan peluang dan prospek jika kita berusaha untuk menghadapi tantangan itu dengan berpikir penuh kesungguhan dan kearifan, termasuk tantangan yang kini dihadapi pendidikan bahasa Arab. Dibawah ini beberapa prospek mempelajari bahasa Arab, yaitu :
Pertama, peluang untuk pengembangan Bahasa Arab semakin terbuka karena seorang yang menguasai bahasa Arab dapat dipastikan memiliki modal dasar untuk mendalami dan mengembangkan kajian islam, atau setidak-tidaknya mengembangkan studi ilmu-ilmu keislaman seperti : fiqih, tafsir, hadis, sejarah islam, filsafat islam, dsb. Dengan kata lain, bahasa Arab dapat dijadikan sebagai alat dan modal hidup untuk mencari dan memperoleh yang lain diluar bahasa Arab, baik itu ilmu maupun keterampilan berkomunikasi lisan.
Kedua, pengembangan profesi keguruan, yaitu menjadi tenaga pengajar bahasa Arab yang professional. Sebab yang mempunyai kompetensi dan kewenangan akademik dan professional di MI/SD, MTs/SMP dan MA/SMA atau lembaga pendidikan yang sederajat adalah lulusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), bukan lulusan BSA (Bahasa san Sastra Arab) atau lainnya, meskipun belakangan ini ada kecenderungan lulusan BSA mengambil Program Akta Mengajar (akta IV) untuk memperoleh kompetensi dan kewenangan menjadi guru.
Ketiga, penggiatan dan pembudayaan tradisi penelitian dan pengembangan metodologi pembelajaran bahasa Arab. Hal ini perlu dilakukan agar ilmu bahasa Arab dan metodologi pembelajarannya semakin berkembang dinamis dan maju. Melalui penggiatan penelitian, tentu saja karya akademik dapat dihasilkan dan pada gilirannya komunitas pendidikan bahasa Arab menjadi lebih tercerahkan. Oleh karena yang selama ini menjadi hambatan setidak-tidaknya kurang mengundang minat meneliti adalah rendahnya dana penelitian, maka dipandang penting ketika pimpinan perguruan tinggi mewajibkan setiap dosen untuk meneliti dan/atau menulis karya-karya akademik yang relevan dengan bidang keilmuannya.
Keempat, intensifikasi penerjemahan karya-karya berbahasa Arab, baik mengenai keilmuan dan keislaman ke dalam bahasa Indonesia dan/atau sebaliknya. Profesi ini cukup menantang dan menjanjikan harapan, meskipun penerjemah relative belum mendapat apresiasi yang sewajarnya.
BAB 2
PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Prinsip-prinsip dalam pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut:
1. Prinsip-Prinsip Kognitif
Prinsip kognitif meliputi:
a) Prinsip Otomatisasi
Prinsip ini mempercayai bahwa belajar yang efektif yitu dengan cara memfokuskan pada penggunaan bahasa secara langsung dan tidak terpaku pada penggunaan bahasa secara langsung dan tidak terpaku pada kaidah gramatikal. Seperti halnya seorang bayi yang belajar bahasa dari ibunya secara otomatis tanpa menghiraukan bentuk-bentuk bahasa yang digunakan.
b) Prinsip Pembelajaran Kebermaknaan
Pelajar menyerap pelajaran secara lebih lama daripada belajar secara hafalan. Sebagai contoh guru mengajarkan kosakata maupun gramatika dalam konteks.
c) Prinsip Pujian Atau Imbalan
Dengan adanya pujian atau imbalan ini maka siswa akan terdorong untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, guru sering tidak memperhatikan hal ini sehingga mereka kikir untuk memberikan reward yang sebenarnya sangat dibutuhkan sebagai motivasi bagi diri mereka. Imbalan yang paling ampuh mempengaruhi keberhasilan belajar yaitu motivasi intrinsic, dorongan untuk melakukan sesuatu kegiatan atas dasar keinginan yang muncul darinya.
d) Prinsip Motivasi Intrinsic
Bagi pendidik seharusnya mampu mengajar dengan menciptakan suasana yang kondusif. Guru/pendidik harus memberikan inovasi dalam mengajar, menyampaikan materi dengan cara yang menarik, menyenangkan serta menantang sehingga pelajar termotiasi untuk belajar.
e) Prinsip Strategic Investment
Prinsip ini meyakini bahwa keberhasilan pelajar dalam belajar disebabkan karena kemauan belajar untuk menginvestasikan waktu, upaya, perhatiannya terhadap proses belajarnya yaitu dengan menggunakan strategi belajar dalam proses belajarnya. Hal ini dimaksudkan jika pelajar tersebut mampu memanage cara belajarnya yang paling efektif bagi dirinya, maka hasilnya juga akan sesuai dengan tujuannya dalam belajar. Dalam kenyataannya pelajar yang berhasil yaitu pelajar yang mempunyaistrtegi belajar dalam proses belajarnya.
2. Prisip-Prinsip Efektif
a. Prinsip egoisme bahasa
Dalam mempelajari bahasa pelajar harus diperlakukan dengan kelembutan dan sikap yang bijak dan menghindari punishment. Faktor psikologi sangat berpengaruh dalam belajar, oleh karena itu guru harus selalu memberikan dorongan yang kuat agar mereka terhindar dari rasa cemas dalam menggunakan bahasa target. Salah satu caranya yaitu dengan memberikan materi secara bertahap dari yang mudah sampai materi yang menantang (sulit).
b. Prinsip percaya diri
Keberhasilan pelajar dalam belajar sangat ditentukan oleh kepercayaan terhadap dirinya sendiri sehingga pelajar mampu memahami materi yang diajarkan. Dalam hal ini guru sebaiknya selalu menemukan apa yang pelajar bisa, bukan apa yang pelajar tidak bisa. Karena ini penting untuk mengembangkan sikap percaya diri pada siswa. Salah satu caranya yaitu dengan menyuruh mengajukan pertanyaan kepada pelajar yang sekiranya dia mampu mengerjakannya.
c. Prinsip pengambilan resiko
Prinsip ini bermanfaat bagi siswa agar siswa berani menggunakan bahasa target. Pelajar harus berani untuk menggunakan bahasanya dan tidak takut salah, maka dengan ini mereka akan terbiasa menggunakan bahasa secara aktif. Tugas guru menurut prinsip ini, guru harus kreatif dalam menciptakan kelas yang kondusif untuk mendorong pelajar agar merasa segan untuk selalu menggunakan bahasa target.
d. Prinsip kaitan budaya dengan bahasa
Dalam mempelajari bahasa, maka pelajaran target, misalkan bahasa Arab, maka pelajar diberi pengetahuan praktis dalam penggunaan bahasa sehingga secara budaya dapat diterima. Dengan demikian, dalam mengajarkan bahasa asing, guru harus memperkenalkan kata-kata, frase, atau kalimat-kalimat yang lazim digunakan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa target. Misalnya tentang bagaimana berekspresi pada : cara makan, mimic saat berbicara, bahkan arti senyum dalam bahasa target.
3. Prinsip-Prinsip Linguistik
a. Prinsip kemahiran bahasa
Didalam kelaskemampuan bahasa masing-masing individu tentu saja berbeda-beda. Hal ini menjadi pertimbangan bagi guru untuk menentukan metode dan menyusun materi pelajaran yang dikemas dalam Satuan Acara Pelajaran. Dengan adanya interlanguage (perbedaan kemampuan antar individu). Maka untuk sampai pada kompetensi yang diharapkan perlu adanya umpan-balik yang bersifat efektif serta bervariasi terhadap kemampuan siswa, baik dari guru maupun siswa lainnya.
Implikasi pedagogis dari prinsip ini adalah guru harus menciptakan kegiatan agar pelajar dapat mengoreksi terhadap kesalahannya, mengarahkan kepada pelajar bahwa berbuat kesalahan dalam menggunakan bahasa bukan hal yang tidak menguntungkan, akan tetapi justru memperkuat pemahaman.
b. Prinsip komunikasi
Prinsip ini merupakan prinsip terpenting dalam prinsip linguistic. Tujuan pembelajaran bahasa menurut prinsip ini adalah pencapaian kompetensi komunikasi yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Perhatian utama dalam belajar yaitu penggunaan bahasa, bukan kaidah-kaidah bahasa. Pemberian materi tentang gramatika harus dihindari apabila tidak dikemas dengan konteks.
Dibawah ini adalah prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing yang lain, yaitu:
1. Ujaran (berbicara) sebelum tulisan
2. Prinsip kalimat-kalimat dasar
3. Prinsip pola-pola sebagai kebiasaan
4. System bunyi untuk digunakan (dengan cara demonstrasi)
5. Control vocabulary (mengembangkan vocab sesuai tahap belajar)
6. Pengajaran problema-problema (perbedaan struktur bahasa)
7. Tulisan sebagai pencatat ujaran (pembicaraan)
8. Pola-pola bertahap
a) Mulailah dengan kalimat-kalimat, bukan kata-kata
b) Perkenalkan unsur dan bagian kalimat secara utuh seperti jenis kata
c) Tambahkanlah pola baru ke yang dahulu
d) Sesuaikan pelajaran dengan peserta didik
e) Menghafal dialog
9. Praktek bahasa vs terjemah
10. Bahasa baku otentik sebagaimana ajarannya (tidak terpaku gramatikal)
11. Praktek waktu belajar
12. Pembentukan jawaban-jawaban
13. Kecepatan dan gaya
14. Imbalan segera
15. Sikap terhadap target kebudayaan
16. Isi (bagaimana penggunaan bahasa tersebut di negara asing
BAB 3
SISTEM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Kemahiran seseorang terhadap bahasa Arab tidak menjamin dia mahir dalam mengajarnya. Mahir berbahasa adalah suatu keahlian dan mahir mengajarkan. Bahasa adalah keahlian yang lain, seorang guru bahasa arab setidaknya menguasai tiga hal, yaitu kemahiran bahasa Arab, pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab dan keterampilan mengajarkan bahasa Arab.
Sehubungan dengan kemahiran yang ketiga tersebut, dalam kurikulum program studi bahasa Arab terdapat sejumlah mata kuliah keahlian proses belajar mengajar. Satu diantaranya adalah metodologi pembelajaran bahasa Arab. Para pengajar bahasa Arab yang bertugas di lembaga pendidikan atau yang belum bertugas juga perlu menambah pengetahuan mereka mengenai berbagai pengetahuan yang terjadi dalam metode pengajaran bahasa.
Metode pengajaran bahasa asing, terutama bahasa Arab mengalami perkembangan secara terus-menerus seiring dengan perkembangan yang terjadi. Pada perkembangan ilmu bahasa, ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.
Untuk mencapai suatu kemahiran, pendidik perlu menguasai berbagai macam metode pembelajaran bahasa Arab. Salah satunya adalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu system pembelajaran bahasa Arab.
Sebelum pembahasan lebih jauh mengenai system pembelajaran bahasa Arab, sebelumnya akan dikemukakan pengertian system pembelajaran dan bahasa Arab itu sendiri. Pengertian system menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut[1] :
SISTEM
a. Menurut Ludwig (1997), system adalah seperangkat unsure yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan tertentu.
b. A. Rapoport (1997) menyatakan bahwa, system adalah sekumpulan elemen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan.
c. L. Ackof (1997) mendefinisikan system adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian yang saling mempengaruhi.
d. Menurut Gordon B. Davis (1995), Sistem merupakan bagian-bagian yang beroprasi secara bersama-sama untuk mencapai beberapa tujuan.
e. Raymond Mcleod (2001) Sistem yaitu sekelompok elemen yang terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan.
f. Menurut Budi Sutedjo (2002), sisterm adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan.
PEMBELAJARAN
· Pembelajaran[2] dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti : proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar dan perbuatan mempelajari.
· Pembelajaran[3] adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).
BAHASA ARAB
Bahasa Arab (اللغة العربية al-lughah al-‘Arabīyyah), atau secara mudahnya Arab (عربي ‘Arabī), adalah sebuah bahasa Semitik yang muncul dari daerah yang sekarang termasuk wilayah Arab Saudi. Bahasa ini adalah sebuah bahasa yang terbesar dari segi jumlah penutur dalam keluarga bahasa Semitik. Bahasa ini berkerabat dekat dengan bahasa Ibrani dan bahasa Aram.
2. SISTEM PEMBELAJARAN BAHASA
Dalam perkembangan pengajaran bahasa, ada beberapa system dalam mengajarkan unsure-unsur bahasa dan keterampilan-keterampilan berbahasa tersebut, yaitu system terpisah-pisah, system terpadu dan system gabungan.
a. Sistem Terpisah-pisah
Sistem terpisah-pisah dalam bahasa Inggris disebut Sparated system dan dalam bahasa Arab disebut dengan Nizha;mul furu’. Dalam system ini, pelajaran bahasa Arab dibagi menjadi beberapa mata pelajaran yaitu : Nahwu, Shorof, Muthala’ah, Insya, Istima’, Muhadatsah, Imla, Khot dst. Setiap mata pelajaran memiliki kurikulum atau silabus, jam pertemuan buku, evaluasi, dan nilai hasil belajar.
Kelebihan system ini adalah guru dan perancang kurikulum mendapatkan kesempatan yang cukup untuk memberikan perhatian khusus kepada bidang kajian atau mata pelajaran tertentu yang menurut pandangannya atau menurut ketentuan kurikulum, atau menurut kebutuhan dan minat siswa sangat penting.
Adapun kelemahannya, system ini mencabik-cabik keutuhan bahasa dan menghilangkan esensi dan watak alamiahnya. Hal ini menjadikan pengetahuan dan pengalaman kebahasaan pelajar juga terpotong-potong, sehingga tidak mampu menggunakannya secara baik dan benar dalam kehidupan nyata.. Pada sisi lain, system ini juga menyebabkan ketidakseimbangan antar berbagai uunsur bahasa dan keterampilan berbahasa, baik pada proses pembelajaran maupun output atau hasilnya.
b. Sistem Terpadu
Sistem terpadu dalam bahasa Inggris disebut Integrated system atau All in One System. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut, Nizha;mul wahdah’.
Dalam system ini bahasa dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh, saling berhubungan dan berkaitan bukan sebagai bagian-bagian yang terpisah satu sama lain. Oleh karena itu, hanya ada saatu mata pelajaran, satu jam pertemuan, satu buku, satu evaluasi, dan satu nilai hasil belajar.
Kelebihan system terpadu ini adalah landasan teoritisnya yang kuat, baik teori psikologis, teori kebahasaan, maupun teori kependidikan. Adapun kelemahannya jika diterapkan pada tingkat lanjut kurang dapat memenuhi keperluan pendalaman unsure bahasa aatau keterampilan berbahasa tertentu yanga memeng menjadai kebutuhan nyata dari para pembelajar. Dalam praktek pembelajaran dengan system terpadau terdapat fariasi bahan utama yang dijadikan basis pembelajaran yaitu:
1). Pembelajaaran berbasis topic atau teks bacaan
Bahan pelajaaran utama berupa bacaan menganai topk tertentu. Dari bahan utama ini dilakukan kegiatan :
a) Pemahaman kosakata
b) Pemahaman dan analisis isi teks
c) Penguasaan bunyi-bunyi bahasa melalui kegiatan membaca keras percakapan dengan topic yang relevan
d) Latihan menulis berdasarkan isi bacaan pemahaman teks simaan yang parallel dengan teks bacaan
e) Penguasaan struktur atau tata bahasa yang terdapat pada teks demikian setedrusnya.
2). Pembelajaran berbasis situasi atau teks percakapan
Bahan pelajaran utama berupa teks percakapan dalam situasi tertentu atau mengenai topic tertentu. Dari bahan utama ini dikembangkan berbagai kegiatan antara lain.
a) Dramatisasi teks sampai dengan percakapan bebas.
b) Melafalkan dan membedakan bunyi-bunyi tertentu.
c) Latihan menulis dengan mengubah teks dialog menjadi narasi.
d) Memahami teks bacaan atau semakan yang parallel.
e) Pembahasan struktur atau tata bahasa tertentu yang ada dalam teks, demikian seterusnya.
c. Sistem Gabungan
System terpisah-pisah dalam pengajaran bahasa arab digunakan dipesantren dan madrasah sampai dengan tahun 60-an. Sedangkan system terpadu mulai diterapkan sejak pertengahan tahun70-an disekolah, madrasah dan sebagian pondok pesantren sampai saat ini.
Namun terdapat pula lembaga pendidikan yang menggabungkan kedua system dalam pola pengajaran bahasa arabnya. Sebagai contoh KMI Gontor menerapkan system terpadu dalam pengajaran bahasa arab selama satu tahun. Dikelas satu KMI itu hanya ada mata pelajaran bahasa arab yang ditangani seorang guru dengan jumlah jam lebih dari sepulauh jam perminggu. Kemudian pada kelas dua dan seterusnya diterapkan system terpisah-pisah dengan memecah-mecah pelajaran bahasa Arab dalam beberapa mata pelajaran.
Contoh lain adalah pembelajaran bahasa Arab di jurusan sastra Arab Universitas Negeri Malang. Pada tahun pertama (dua semester), hanya ada satu mata kuliah bahasa Arab “ Durus Arabiyah Mukatstsafah”, dengan bobot 12 sks dan jumlah jam 18 jam perminggu. Baru pada tahun kedua, bahasa arab dijadikan disajikan secara terpisah-pisah, terdiri dari matakuliah- matakuliah keterampilan berbahasa, kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan Arab.
BAB 4
KETERAMPILAN BERBAHASA ARAB DAN CARA MENGAJARKANNYA
Keterampilan berbahasa Asing merupakan suatu kemampuan dalam penggunaan bahasa, ini meliputi:
a. Keterampilan menyimak
Keterampilan menyimak ( المهارة الاستماع/listening skill) merupakan kemampuan seseorang dalam memahami kata atau kalimat yang diucapkan oleh mitra bicara atau media tertentu. Keterampilan menyimak dapat disajikan dalam empat fase, yaitu:
1. Fase Pengenalan
Pada fase ini siswa dikenalkan bunyi huruf-huruf Arab, baik yang tunggal maupun yang sudah disambung dengan huruf-huruf lain dalam kata-kata. Dalam hal ini guru dituntut untuk memberikan contoh pengucapan bunyi dengan baik dan benar lalu diikuti oleh siswa.
2. Fase pemahaman permulaan
Dalam fase ini para siswa diajak untuk memahami pembicaraan sederhana yang dilontarkan oleh guru tanpa respon lisan, tetapi dengan perbuatan. Contoh : ijlis اجلس(duduklah) yaitu perintah guru pada siswanya untuk duduk.
3. Fase pemahaman pertengahan
Pada fase ini siswa diberi pertanyaan-pertanyaan secara lisan atau tertulis dengan contoh kegiatan seperti, guru membacakan bacaan pendek atau memutar rekaman. Setelah itu guru memberi pertanyaan mengenai isi bacaan atau rekaman tersebut.
4. Fase pemahaman lanjutan
Pada fase ini para siswa diberi latihan untuk mendengarkan cerita-cerita dari radio atau TV dan menyimak rekaman tentang kegiatan.
b. Keterampilan berbicara
Keteramplan bicara (مهارة الكلام /speaking skill) adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan pada mitra bicara. Subyakto Mahaban membagi aktivitas berbicara dalam 2 kategori, yaitu:
1. Latihan prakomunikatif
Latihan prakomunikatif dimaksudkan membekali para pelajar dengan kemampuan dasar dalam berbicara yang sangat diperlukan ketika terjun di lapangan seperti latihan penerapan pola dialog, kosa kata, kaidah, mimic muka, dsb.
2. Latihan komunikatif
Latihan komunikatif adalah latihan yang lebih mengandalkan kreatifitas para pelajar dalam melakukan latihan. Pada tahap ini keterlibatan guru secara langsung mulai dikurangi untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan kemampuan sendiri. Para siswa dalam tahap ini ditekankan untuk lebih banyak berbicara daripada guru. Sedangkan penyajian latihan diberikan secara bertahap, dan dianjurkan agar materi latihan dipilih sesuai dengan kondisi kelas. Beberapa tahap yang diberikan seperti:
· Percakapan kelompok ( الجوار الجماعي )
· Bermain peran ( التمثيل )
· Praktek ungkapan social ( تطبيق التعبيرات الاجتماعية )
· Praktek lapangan( الممارسة في المجتمع )
· Problem solving ( حل المشكلات )
c. Keterampilan membaca
Keterampilan membaca ( مهارة القراءة/reading skill) adalah kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau mencernanya didalam hati. Pembaca yang baik adalah orang yang mampu berkomunikasi secara intim dengan bacaannya sehingga ia bisa gembira, marah, kagum. Rindu, sedih, dan sebagainya sesuai gelombang isi bacaan. Bukan hanya itu saja, pembaca yang baik harus dapat menggunakan isi bacaannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar, membaca terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Membaca nyaring ( القراءة الجهرية )
Membaca nyaring adalah membaca dengan melafalkan/menyuarakan symbol-simbol tertulis berupa kata-kata/kalimat yang dibaca. Latihan membaca ini lebih cocok diberikan kepada siswa tingkat pemula. Ada dua teknik yang bisa dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
a) Teknik sintesis( التركيب )
Teknik ini dilakukan dengan mendahulukan huruf daripada kata. Teknik ini bisa disebut اللجز /persial sebab pengajaran materi dimulai dari latihan terkecil (huruf) sampai kepada keseluruhan (kata). Misalnya mengajar kata علم, ada dua cara:
· Memisahkan huruf (ع ل م )‘ain, lam, mim disertai I’robnya ‘ain difathah dibaca “a”, lam dikasroh dibaca “li”, mim difathah dibaca “ma”.
· Menyatukan huruf-huruf sehingga menjadi bentuk kata yang utuh.
b) Teknik analisis ( التحليل )
Teknik ini biasanya disebut كل/total, sebuah pengajaran materi dari keseluruhan sampai ke bagian . Ketentuannya : jika materi yang diajarkan berbentuk kat, maka yang didahulukan adalah kata atau huruf.
2. Membaca Diam ( القراءت الصامتة )
Membaca diam atau disebut juga membaca dalam hati lazim dikenal dengan membaca pemahaman, yaitu membaca dengan tidak melafalkan symbol-simbol teknis berupa kata-kata atau kalimat yang dibaca, melainkan hanya mengandalkan kecermatan eksplorasi visual.
Beberapa teknik membaca diam yang bisa dilakukan oleh guru, guru menyajikan suatu bacaan yang ditulis di papan tulis, di papan peraga, di transparasi untuk digunakan di OHP, atau di computer yang ditayangkan dengan LCD proyektor, kemudian:
Ø Menunjukan dan menyuruh pelajar untuk membaca sambil dihitung waktunya.
Ø Menggunakan penggaris atau kertas panjang untuk mengikuti kecepatan membaca yang ditentukan.
Ø Menggunakan penutup bacaan yang agak lebar, ditengah penutup itu diberi lubang panjang, dan guru memperlihatkan baris demi baris dengan lubang memanjang.
d. Keterampilan menulis
Keterampilan menulis adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang komplek yaitu mengarang. Keterampilan menulis dalam bahasa Arab ada tiga hal, yaitu:
1. Keterampilan Imla’
Menurut Mahmud Ma’ruf, imla’ adalah menuliskan huruf-huruf sesuai posisinya dengan benar dalam kata-kata untuk menghindari terjadinya kesalahan makna.
Secara umum ada tiga percakapan dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran imla’ yaitu: kecermatan mengamati, mendengarkan dan kelenturan tangan dalam menulis.
Teknik-teknik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran imla’ adalah sebagai berikut:
ü Imla’ menyalin adalah memindahkan tulisan dari media tertentu dalam buku pelajar.
ü Imla’ mengamati yaitu mengamati tulisan dengan cermat, lalu memindahkannya dalam buku tanpa melihat tulisan lagi.
ü Imla’ menyimak yaitu mendengarkan kata/kalimat/teks yang dibacakan lalu menulisnya di buku.
ü Imla’ tes bertujuan untuk mengukur kemampuan dan kemajuan para pelajar dalam imla’ yang telah mereka pelajari.
2. Keterampilan Kaligrafi( الخط )
Kaligrafi adalah kategori menulis yang tidak hanya menekankan rupa atau postur huruf dalam membentuk kaata-kata dan kalimat, tetapi juga menyentuh aspek-aspek estetika( الجمل ). Macam-macam gaya atau aliran kaligrafi seperti khath kufi, naskh, tsulutsi, faritsi, diwani jail, ijazh, ri’qi, teknik dasarnya menjiplak, meniru dan membuat sendiri.
3. Keterampilan mengarang( الانشاء )
Mengarang adalah kategori menulis yang berorientasi kepada pengekspresian pokok pikiran berupa ide, pesan, perasaan dan sebagainya kedalam bahasa tulisan. Menulis karangan tidak hanya mendeskripsikan kata-kata atau kalimat dalam tulisan secara structural untuk meyakinkan pembaca.
Teknik pembelajaran mengarang adalah sebagai berikut:
· Mengarang terpimpin yaitu membuat kalimat atau paragraph sederhana dengan bimbingan tertentu berupa pengarahan.
· Mengarang bebas yaitu membuat kalimat atau paragraph tanpa pena/arahan. Dalam hal ini pengajar diberi kebebasan untuk mengekspresikan pikiran tentang suatu hal tertentu.
BAB 5
PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Seorng guru bahasa Arab harus memiliki kreativitas, keterampilan yang inovatif dalam menyampaikan materi kepada pesert didiknya. Diantara kreativitas yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah menguasai pendekatan yaitu seperangkat asumsi berkenaan dengan hakekat bahasa dan belajar-mengajar bahasa. Menurut Al- Naqah (2006) , pendekatan ini hakikatnya adalah sekumpulan asumsi tentang proses belajar mengajar yang dalam bentuk aksiomatis (kebenaran yang tidak terbantahkan) yang tidak perlu diperdebatkan. Adapun pendekatan-pendekatan itu adalah sebagai berikut :
A. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistic adalah sebuah pendekatan yang memberikan perhatian kepada pembelajar sebagai manusia, tidak menganggapnya sebagai benda yang merekam seperangkat pengetahuan.
Dalam teori humanistic ini pendidik harus lebih mengarahkan anak didik untuk berfikir induktif, mengarahkan pada pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi bahasa secara kelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Pendekatan humanistic dalam teorinya memberikan wawasan bagaimana seorang pendidik harus bisa memiliki rasa humanis penuh empati dan perhatian terhadap anak didik yang dapat dikatakan bisa memanusiakan manusia.
B. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif adalah munculnya sehubungan dengan adanya ide-ide mengenai kognitivisme dan kemampuan dalam belajar bahasa. Pendekatan ini dalam pelajaran bahasa ini bermula dari adanya tiga hal yaitu:
1. Kemajuan dalam kajian linguistic teoritik.
2. Hasil penelitian pemerolehan bahasa anak dan
3. Eksperimen yang dilakukan dalam pengajaran bahasa yang menekankan pada arti dan bukan penguasaan struktur bahasa semata-mata.
Tiga hal tersebut memberi inspirasi akan pentingnya peran kognitif dalam belajar bahasa. Dalam kata lain, peran pemahaman dalam memperoleh bahasa merupakan inti penting dalam belajar bahasa.
C. Pendekatan Audio-Lingual
Adalah beberapa asumsi bahwa bahasa yang pertama adalah ujaran (ucapan). Oleh karena itu pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata (kalimat) kemudian mengucapkannya yang sebelumnya diadakan belajar membaca dan menulis.
Asumsi lain menyatakan bahwa bahasa adalah kebiasaan, dimana suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pengajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik pengulangan (repetisi).
D. Pendekatan Behavioristik
Adalah suatu pendekatan yang dapat dikendalikan dari luar, yaitu dengan stimulus-respon. Lingkungan memberikan stimulus atau rangsangan, sedangkan pembelajaran memberikan respon.
Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekuensi atau lamanya latihan. Belajar bahasa dengan cara peniruan atau tubian merupakan teknik pendekatan behavioristik. Selain itu kemampuan bahasa dibentuk secara langsung oleh lingkungannya. Teknik tubian yang selalu menjadi ciri pembelajaran bahasa merupakan salah satu bukti keberhasilan pendekatan itu. Teknik tubian terutama digunakan pada pertemuan-pertemuan awal dalam pembelajaran bahasa asing.
E. Pendekatan Komunikatif
Setiap manusia mempunyai innate ability, yaitu kemampuan belajar bahasa yang dibawa sejak lahir. Kemampuan bawaan ini disebut alat pemerolehan bahasa (language acquisition device (LAD), oleh karena itu kemampuan bahasa bersifat kreatif dan lebih ditentukan oleh faktor internal. Penggunaan bahasa dengan beberapa kemampuan yaitu kerangka komunikatif yang luas sesuai dengan peran dan partisipan, situasi dan tujuan interaksi.
BAB 6
METODE KLASIK DAN MODERN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Secara sederhana, metode pembelajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Metode tradisional/klasikal
Yaitu metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (qawa id nahwu), morfem/morfologi (qawaid as-sharf) ataupun sastra (adab).
Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah metode Qowaid dan Tarjamah. Metode tersebut sampai sekarang masih dipakai karena:
· Tujuang pengajaran bahasa Arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf.
· Kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/ kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya.
· Bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan rasa percaya diri (gengsi) tersendiri dikalangan mereka.
Macam-macam metode klasik, diantaranya :
1. Metode Qowaid wa Tarjamah
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran Bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan atau buku-buku teks terutama buku Arab klasik.
Ciri-ciri metode Qowaid dan Tarjamah yaitu:
a. Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks atau naskah, baik berupa : syair, prosa, kata mutiara (al hikam), maupun kisah-kisaah (al amstal).
b. Perasaan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan.
c. Menitik beratkan perhatian pada kaidah gramatika (qowaid, nahwu, soharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
d. Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemahkan.
2. Metode membaca
Meskipun disebut metode membaca, tidak berarti bahwa kegiatan belajar mengajar hanya terbatas pada latihan membaca. Latihan menulis dan berbicara juga diberikan meskipun dengan porsi yang terbatas. Adapun ciri-cirinya yaitu:
a. Tujuan akhirnya adalah kemahiran membaca.
b. Materi pengajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan panjang, buku latihan mengarang dan percakapan.
c. Basis kebiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan.
d. Kaidah bahasa diterangkan seperlunya, tidak kepanjangan.
2. Metode pengajaran bahasa Arab Modern
Yaitu metode pengajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan./ungkapan dalam bahasa Arab.
Metode yang lazim digunkan dalam pengajarannya adalah metode langsung (thariqah al-mubasyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa.
Macam-macam metode pengajaran Modern diantaranya:
a. Metode langsung
Penyajian metode dimana proses pembelajarannya menggunakan pengantar bahasa Asing secara langsung, upaya menghindari bahasa ibu betul-betul dilakukan secara langsung sehingga seluruh komunikasi yang terjadi dengan bahasa asing atau setidak-tidaknya menggunakan bahasa isarat. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa belajar bahasa pada hakekatnya praktek berbahasa yang sedapat mungkin pelajar menggunakan bahasa yang dipelajari. Kata kunci dalam metode ini adalah ucapan yang benar.
Ciri-ciri metode langsung, yaitu:
1. Materi pada tahap awal berupa latihan oral (syafawiyah)
2. Materi dilanjutkan dengan penuturan kalimat sederhana dengan menggunakan kalimat yang berisi aktifitas sehari-hari.
3. Peserta didik diberi kesempatan untuk bercakap-cakap secara bebas, baik dengan guru pembimbing maupun teman.
4. Materi bacaan harus diberi penjelasan yang menggunakan bahasa Arab.
5. Tata bahasa disampaikan secara praktis.
6. Hendaknya dibantu dengan media.
b. Metode audiolingual
Metode ini didasarkan atas beberapa asumsi, antara lain bahwa bahasa itu pertama-tama adalah ujaran. Oleh karena itu pengajaran bahasa harus imulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian percakapannya, sebelum pelajari membaca dan menulis. Asumsi lain adalah kebiasaan.
Suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pelajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik pengulangan (repetisi). Ajarkan bahasa dan jangan mengajarkan tata bahasa, menjadi prinsip metode ini. Oleh karena itu pelajaran bahasa harus diisi dengan kegiatan berbahasa, bukan kegiatan mempelajari kaidah-kaidah bahasa.
Ciri-ciri metode ini adalah:
1. Tujuan pengajaran adalah penguasaan 4 keterampilan bahasa secara seimbang.
2. Urutan penyajian adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis.
3. Model kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihafalkan.
4. Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern practice) letihan mengikuti urutan : stimulus-response-reinforcement.
5. Pengajaran system bunyi secara sistematis (berstruktur) agar dapat digunakan atau dipraktekan oleh peserta didik.
6. Guru menjadi pusat dalam kegiatan kelas.
c. Metode komunikatif
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan bahwa yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa kreatif dan lebih ditentukan oleh faktor internal. Penggunaan bahasa tidak hanya terdiri dari 4 keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis), tetapi mencangkup dalam kerangka komunikatif yang luas sesuai dengan peran dari partisipan, stuasi dan tujuan interaksi.
Asumsi lain adalah belajar bahasa kedua dan bahasa asing dsama seperti halnya belajar bahasa pertama, yaitu berangkat dari kebutuhan dan minat belajar. Oleh karena itu analisis kebutuhan dan minat belajar merupakan landasan dalam pengembangan materi pelajaran.
Ciri-ciri metode ini adalah:
1. Tujuan pengajarannya adalah mengembangkan kompetensi pelajar berkomunikasi dengan bahasa target dalam konteks komunikatif yang sesungguhnya atau dalam situasi kehidupan yang nyata.
2. Dalam proses belajar-mengajar, siswa bertindak sebagai komunikator yang berperan aktif dalam aktifitas komunikatif yang sesungguhnya. Sedangkan pengajar memprakarsai dan merancang berbagai pola interaksi antar siswa dan berperan sebagai fasilitator.
3. Aktifitas dalam kelas diwarnai secara nyata dan dominan oleh kegiatan-kegiatan komunikatif.
4. Penggunaan bahasa ibu di kelas tidak dilarang tetapi diminimalkan.
5. Evaluasi ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan pada penguasaan structural bahasa atau gramatika.
d. Metode ekletik
Metode ini didasarkan atas asumsi :
1. Tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyai segi kelemahan dan kelebihan.
2. Setiap metode memiliki keunggulan yang bisa dimanfaatkan untuk mengefektifkan pengajaran.
3. Lahirnya metode baru harus dilihat tidak sebagai penolakan kepada metode lama, melainkan sebagai penyempurnaan.
4. Tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru, semua siswa dan semua program pengajaran.
5. Yang penting dalam pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar bukan memenuhi kebutuhan suatu metode.
6. Setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Metode elektik ini bisa menjadi metode yang ideal apabila didukung oleh penguasaan guru secara memadai terhadap berbagai macam metode. Sebaliknya metode ini bisa menjadi metode seadanya atau metode semua guru, apabila pemilihannya berdasarkan selera guru atau atas dasar mana yang paling enak dan paling mudah bagi guru, bila demikian halnya maka yang terjadi adalah ketidakmenentuan.
BAB 7
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA
Dalam mempelajari asing (Arab) bagi pelajar khususnya dari non Arab tentunya tidak akan lepas dari kesulitan-kesulittan yang biasanya muncul saat pembelajaran mulai dilakukan. Sebelum lebih jauh pembahasan Problematika dalam Pembelajaran Bahasa Arab, alangkah lebih baiknya kalau kita mengetahui pengertian problematika terlebih dahulu.
Problematika dalam kamus ilmiah popular disebutkan bahwa, problematika adalah persoalan sulit, ragu-ragu, tak menentukan dan tak menentu. Sedangkan problematika sendiri bisa diartikan sebagai cangkupan berbagai problem.
Dalam buku metode penelitian karya Prof. Dr. Sugiono, disebutkan bahwa masalah adalah penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.
Buku karya Acep Hermawan menyebutkan adanya pembagian problemaatika itu ada dua, yaitu: Aspek linguistic yang terdiri dari : tata bunyi, kosakata, tata kalimat dan tulisan. Kemudian aspek non linguistic yaitu : perbedaan sosio cultural masyarakat Arab dan non Arab, faktor buku ajar, faktor lingkungan sosial,faktor psikologis, faktor metodelogis. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat terkait kedua aspek tersebut.
1. ASPEK LINGUISTIK
a. Tata Bunyi
Hal yang harus diperhatikan oleh para pelajar bahasa Arab, khususnya bagi para pemula yaitu dalam tata bunyi. Ada beberapa problem tentang fonem yang tidak ada persamaannya dengan bahasa Indonesia seperti : tsa, kha, dhad, sha, th, zha, ‘ain, ghain dll. Dari kata-kata itu perlu adanya latihan yang teratur dan membutuhkan waktu yang lama.
Kata-kata itu menjadi sulit bagi pelajar non Arab sehingga apabila kata itu masuk ke dalam bahasa Arab maka akan berubah dalam pengucapannya. Contohnyaa kata zhalim menjadi lalim, qaf menjadi kaf, waqaf menjadi waktu, qolbu menjadi kolbu, dll.
Dan fonem Indonesia juga tidak ada persamaannya dengan bahasa Arab, seperti huruf : “ng”,”p”, “g”. Sehingga kalau orang Arab mengucapkan Jepang menjadi Yaban, mongol menjadi Mogol, dll.
b. Kosakata
Kosa kata Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia setidaknya mampu membantu dalam menghafal, mufrodat, namun kata serapan itu dapat menimbulkan berbagai persoalan, diantaranya:
1. Pergeseran arti, seperti masyarakat berasal dari kata musyaarakah yang dalam arti bahasa Arab yaitu keikut sertaan, partisipasi. Sedangkan dalam bahasa Indonesia bermakna mujtama’ dalam bahasa Arab.
2. Lafadnya berubah dari bunyi aslinya, seperti kta kabar dari khobar dan kata mungkin dari mumkin.
3. Lafadnya tetap, tetapi maknanya berbeda. Contohnya kalimat dalam bahasa Indonesia adalah susunan dari kata-kata yang bisa memberikan pengertian, sedangkan kalimat dalam bahasa Arab adalah kata.
Mengenai problematika dalam kosakata perlu diketahui bahwa banyak bentuk sharaf dalam bahasa Arab yang tidak ada dalam bahasa Indonesia, misalnya perubahan dari satu kata pada kata yang lain yang menimbulkan makna yang berbeda dari satu akar kata. Fataha (fi’il madzi), yaftahu (fi’il mudhori’), fath (masdar), faith (isim fa’il), maftuh (isim maf’ul) dan miftah (isim alat).
c. Tata kalimat
Untuk bisa membaca teks Arab dengan benar, pelajar harus mampu menguasai ilmu Nahwu dan Saraf, juga supaya mengetahui maksud yang terkandung didalamnya. Kalimat juga terdiri dari almuthabaqah (kesesuaian) seperti mubtada dan khobar, sifat dan maushuf dan al mauqi’iyyah (tata urutan kata) seperti fi’il (kata kerja) harus didepan atau mendahului fa’il dan khobar terletak sesudah mubtada. Oleh karena itu, seharusnya seorang guru mampu menguasai kesulitan-kesulita yang mereka hadapi.
d. Tulisan
Tulisan Arab dengan tulisan Indonesia sangatlah berbeda, hal itu menjadi kendala tersendiri bagi para pelajar. Tulisan latin dimulai dari kiri ke kanan, sedangkan tulisan Arab dari kanan ke kiri. Tulisan latin juga hanya memiliki dua bentuk yaitu capital dan kecil, sedangkan tulisan Arab memiliki beberapa bentuk, yaitu berdiri sendiri, awal, tengah dan akhir.
2. ASPEK NON LINGUIISTIK
a. Faktor sosio-kultural
Bagi pelajar non Arab, diharapkan mampu mengenal dan memahami sosial dan budaya orang Arab itu sendiri supaya tidak muncul kesulitan untuk memahami ungkapan-ungkapan, istilah-istilah yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
Contohnya ungkapan, “Qobla arrimaa’ tumla’u al kanaain”, terjemah harfiyahnya adalah “Sebelum memanah penuhi dulu tempat anak panah”. Peribahasa ini sama maknanya dengan bahasa Indonesia, yaitu “Sedia paying sebelum hujan”.
Peribahasa diatas dilator belakangi oleh sosio-kultural Arab, dimana dahulu mereka sering mengadakan perang, sedangkan di Indonesia sering mengalami hujan, maka menggunakan istilah ini.
b. Faktor buku ajar
Hal yang sangat urgent juga yaitu dalam pemilihan buku ajar yang sesuai dengan pembelajaran bahasa Arab. Prinsip-prinsip dalam buku ajar ini ada 3 macam, yaitu :
1. Seleksi, yaitu perlu adanya pemilihan materi ajar dalam tingkat tertentu.
2. Gradasi, yaitu berjenjang dalam penyajian, dimulai dari materi yang mudah kemudian materi yang sulit.
3. Korelasi, yaitu setiap unit yang disajikan harus memiliki kaitan yang saling menguatkan menjadi paduan yang utuh.
c. Faktor lingkungan sosial
Belajar bahasa yang efekti adalah membawa mereka kedalam lingkungan yang memakai bahasa yang sedang dipelajari. Lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan bermain sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam berbahasa. Hal ini dikarenakan sekelompok manusia akan terbiasa menggunakan suatu bahasa karena mereka membutuhkan komunikasi secara terus-menerus untuk menyampaikan maksud dan tujuan yang ada di dalam hati.
d. Faktor psikologis
Problem psikologi yang dimaksud adalam motivasi. Motivasi dalam proses pembelajaran bahasa Arab mutlak dibutuhkan. Karena untuk mempelajari bahasa asing yang jelas berbeda dengan bahasa ibu membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Tanpa motivasi belajar yang tinggi, seseorang akan mudah menyerah dari usahanya untuk bisa.
Sebahaimana menurut Sumardi Surybrt, motivasi merupakan suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.
Menurut penulis, problem motivasi merupakan problem utama dalam mempelajari bahasa Arab, sebab jika seseorang telah termotivasi untuk bisa bahasa Arab akan berusaha semampunya untuk bisa meskipun hal tersebut sangat sulit baginya.
e. Faktor metodologis
Penguasaan dan ketepatan memilih metode dan strategi oleh guru tidak dapat dianggap sepele, karena pelajar termotivasi atau tidaknya, serta mudah atau tidaknya dalam menerima materi pelajaran bahasa Arab juga dipengaruhi oleh metode dan strategi yang digunakan guru. Jadi penting jika guru menyampikan materi dengn metode yang menyenangkan bagi siswanya.
BAB 8
PERBEDAAN BAHASA ARAB, INGGRIS, DAN INDONESIA
Sudah menjadi kenyataan bahwa bahasa itu berbedda. Dalam perbedaan itu seorang penutur bahasa menganggap bahasa lain selain dari bahaanya, sebagai bahasa yang ‘lucu’. Seorang wartawan mesir misalnya, ketika ia berkunjung ke Indonesia pada tahun enam puluhan, berkata bahwa, ‘Bahasa Indonesia bahasa yang lucu’. Dia merasa heran dengan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia, yaitu dengan mengadakan pengulangan kata benda seperti : buku-buku, pena-pena, dll/ Bagitu juga orang Amerika merasa lucu ketika how do you do? diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘apa kabar?’, padahal apakabar jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi what is the news? . Begitu juga orang Indonesia merasa anaeh ketika membaca ‘alam’ dengan panjang dan berdengung.
Memang demikianlah bahasa itu berbeda dengan bahasa lainnya. Baik dari segi penuturan, penulisan, maupun yang lain. Jika suatu bahasa harus diterjemahkan ke dalam bahasa lain, tidak mesti bisa sama dengan aslinya walaupun secara makna sudah bisa mewakili. Dan perbedaan itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum ayat 22 yang artinya, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah menciptakan langit, bumi dan berlainan bahasamu, juga warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir.”
Dari permasalahan diatas, penulis merasa perlu menyampaikan perbedaan yang ada pada bahasa Indonesia, Inggris dan Arab. Dibawah ini pembahasan kami terfokus pada :bkata benda, kata kerja, dan kalimat pada ketiga bahasa tersebut. Semoga bisa menambaha wawasan dan pengetahuan, selamat membaca.
A. KATA BENDA
Dalam bahasa Indonesia, kata adalah bagian terkecil dari kalimat yang merupakan gabungan dari beberapa huruf yang memiliki arti.[4] Sedangkan yang dimaksud kata dalam tata bahasa Arab adalah isim, yaitu jenis kata yang menunjukan nama atau sebutan terhadap sesuatu, misalnya : manusia, besar, lima, engkau, dsb.[5] Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata benda atau noun adalah sebagai nama seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.[6]
Dari ketiga bahasa bahasa tersebut, dalam mendefinisikan kata benda, semua sepakat bahwa kata benda adalah semua kata yang menunjukan benda. Letk perbedaannya hanya pada ciri-ciri dan pembagiannya saja.
Contoh :
No | Bahasa | Tata Bentuk Kata Benda | Jenis Kelamin | ||||
Tunggal | Ganda | Jamak | Sifat | Laki-Laki | Perempuan | ||
1 | Indonesia | Buku, kursi, meja, hasan, zaenab | Dua buku, dua kursi, dua meja | Banyak buku/ buku-buku, kursi-kursi | Baru, baik, rajin, indah, mewah | Ahmad, Rahman, Hasan, Husen | Zaenab, Khodijah, Melly, Rahmawati |
2 | Inggris | Book, chair, table, bag, lamp. Pen | - | Books, Chairs, tables, bags, lamps, pens, key | New, childlike, javanese, clever, smart, dirty, slow, fast, hard | Hasan, man, boy, father, bull, ram, cock | Khodijah, girl, cow, hen |
3 | Arab | رجل، ولد، كتاب، قلم، بنت | كتبان، قلمن، ولدان، قلمين | رجال، اولاد، مسلماة، مسلمين، كتبون | جميل، جميلة، سعيد، اسود، جديد | تلميد، طالب، مدرس، كتاب، قلم، كرسي | سبورة، طالبة، تلميد، بنت، زهرة |
Letak perbedaan:
No | Bahasa | Tata Bentuk Kata Benda | Jenis Kelamin | ||||
Tunggal | Ganda | Jamak | Sifat | Laki-Laki | Perempuan | ||
1 | Indonesia | Menunjukan makna tunggal | Menunjukan makna ganda, dalam penulisan disertakan kata “dua” | Menunjukan makna banyak, dalam penulisan ditambahkan kata “banyak” atau dengan pengulangan kata | Keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan kata benda | Hanya berlaku pada manusia dan binatang | Hanya berlaku pada manusa dan binatang |
2 | Inggris | Menunjukan makna tunggal | - | Disisipi huruf “s/es” atau kata many, much, some, dll | Menambahkan akhiran pada kata benda, seperti : like, ish, ly, an, ese, en, ian, ies, i | Dapat diganti dengan kata he, him, his, who, it | Dapat diganti dengan kata she, her, hers, who |
3 | Arab | Kata yang menunjukan tunggal, dimana pada tingkah rafa’ berharokat dlomah, nashob dengan fatkhah, jer dengan kasroh untuk isim munshorif dan fathah untuk isim ghoiru munsorif | untuk tingkah rafa’ ditambahkanalif nun pada akhir kata, sedangkan nashob dan jer dengan alif nun | Ditambahkan wawu nun untuk jamak mudzakar salim, alif ta untuk jamak muanats salim, dan untuk jamak taksir mengikuti 33 wazan | Mengikuti kepada lafad yang diikutinya, baik dalam hal I’rob, ma’rifah maupun nakirohnya | Pada akhir kata (isim) tidak berupa ta marbutoh | Pada akhir kata (isim) berupa ta marbutoh |
B. KATA KERJA
Kata kerja dalam bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tentu memiliki perbedaan, antara lain :
1. Bahasa Indonesia
Kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat. Berdasarkan objeknya, kata kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Kata kerja Transitif
Adalah kata kerja yang membutuhkaan pelengkap atau objek. Contohnya kata memukul, saya memukul bola. Pada kalimat tersebut predikat membutuhkan objek sebagai penjelasan atau keterangan agar kalimatnya menjadi jelas.
b. Kata kerja Intransitif
Yaitu kata kerja yang tidak membutuhkan pelengkap seperti kata tidur. Contohnya : saya tidur, pada kalimat tersebut predikat tidak diminta menerangkan untuk memperjelas kalimatnya, karena sudah jelas.
2. Bahasa Inggris
Dalam pembagian kata kerja yang biasa disebut dengan verb (V) meliputi : verb I (dasar), verb II dan Verb-ing. Dalam perubahan verb II dan verb III, bahasa Inggris juga terdapat dua jenis yakni regular verb dan irregular verb.
Regular verb merupakan bentuk kata kerja yang memiliki keteraturan, hanya menambahkan “d” atau “ed”, contohnya : live-lived-lived. Irregular verb merupakan kata kerja yang tidak memiliki keteraturan. Misal “ drink-drank-drunk.
Verb I | Verb II | Verb III | Verb-ing |
Go Live Sing Do | Went Lived Sang Did | Gone Lived Sung Done | Going Living Singing Doing |
3. Bahasa Arab
Menurut kaidah bahasa Arab, fi’il (kata kerja) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Fi’il Madhi
Yaitu kata kerja yang menunjukan sebuah pekerjaan yang telh terjadi (past). Jadi kata “kataba” kita terjemahkan secara apa adanya yaitu : (dia) telaah menulis.
b. Fi’il Mudhori’
Yaitu kata kerja yang menunjukan sebuah pekerjaan yang sedang terjadi (present) atau akan terjadi (future). Bagian belakang pada contoh fi’il diatas tersebutlah yang dimaksud dengan fi’il mudhari’. Jadi kata “ yaktubu” jika kita terjemahkan adalah (dia) sedang/akan menulis.
c. Fi’il Amar
yaitu kata kerja yang berfungsi untuk memerintah. Dlam bahasa Indonesia, fi’il amar disebut dengan kata perintah dan merupakan turunan dari fi’il mudhori’. Misal : Aktubu (tulislah), ijlis (duduklah), iqro (bacalah).
BAB 9
UNSUR-UNSUR BAHASA ARAB DAN MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA
Dalam pembelajaran bahasa Arab, tentunya unsure-unsur dan model-model pembelajaran sangatlah diperlukan. Beikut akan dipaparkan mengenai unsure-unsur dan model dalam pembelajaran bahasa Arab.
A. UNSUR-UNSUR BAHASA ARAB
Unsur-unsur bahasa Arab meliputi : Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Badiy’, Insya, Khitobah, Muhadatsah, Muthola’ah, Imla’, Khot, ‘Arudh dan Qowafi.
B. MODEL PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Model pembelajaran bahasa Arab, meliputi :
1. KBK dan KTSP
a. KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
KBK merupakan kurikulum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan pencapaian tujuan pendidikan. Karakteristik KBK adalah menekankan pada:
1. Ketercapaiannya kompetensi siswa (bukan ketuntasan materi) baik secara individual maupun klasikal.
2. Keberagaman (variasi) pendekatan dan metode pembelajaran.
3. Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang memenuhi unsure edukatif.
4. Penggunaan system penilaian yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
5. Keluwesan kurikulum dalam arti bisa diperluas, diperdalam, sesuai dengan potensi siswa.
6. Kebiasaan belajar sepanjang hayat yang meliputi belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri dan belajar hidup dalam keberagaman.
Perangkat kurikulum model KBK untuk setiap pelajaran hanya memuat pendahuluan yang meliputi :
1. Rasional
2. Pengertian
3. Fungsi dan tujuan
4. Ruang lingkup mata pelajaran
5. Standar kompetensi
6. Kompetensi dasar
7. Materi pokok.
b. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
KTSP pada dasarnya tidak berbeda deengan KBK karena sama-sama menjadikan kompetensi sebagai acuan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Hanya saja KTSP lebih disederhanakan dan dibatasi komponen-komponennya untuk memberikan keleluasaan kepada sekolah dan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi siswa dan lingkungan.
Dalam KTSP setiap mata pelajaran hanya dicantumkan:
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Ruang lingkup
4. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
5. Silabus KBK/KTSP
Pengembangan silabus merupakan kewenangan dan tanggung jawab guru. Guru mata pelajaran di sekolah bisa mengembangkan sendiri atau bersama para guru mata pelajaran sejenis disuatu daerah. Silabus berisikan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian kompetensi. Komponen silabus KTSP minimal terdiri atas:
1. Kompetensi dasar
Merupakan pernyataan mengenai apa yang harus diketahui, disikapi dan dilakukan oleh siswa.
2. Hasil belajar
Mencerminkan kemampuan siswa dalam memenuhi satu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar.
3. Indicator
Merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik.
4. Langkah pembelajaran
Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru secara berurutan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Alokasi waktu
Disesuaiakan dengan keluasan dan kedalaman materi, tingkat kepentingan dan kebutuhan setempat.
6. Sarana dan sumber belajar
Sarana diartikan sebagai media atau alat bantu pembelajaran. Sedangkan sumber belajar bisa berupa bahan cetakan, bahan rekaman video-visual dan lingkungan.
7. Penilaian
Merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching-Learning (CTL) adalah suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pembelajar untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja.
Karakteristik pendekatan pembelajaran kontekstual yang dijelaskan oleh Johnson (2001) terdapat 8 perilaku siswa dalam proses belajar, antara lain:
1. Melakukan hubungan yang bermakna.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifian.
3. Mengatur kegiatan belajar sendiri
4. Bekerja sama
5. Berpikir kritis dan kreatif
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa
7. Mencapai standar yang tinggi
8. Menggunakan penilaian autentik
Beberapa komponen utama yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, menurut Nurhadi (2004) menyebut adanya 7 komponen sebagai berikut:
1) Konstruktivisme, sebagai filosofi yang mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Inquiri (menemukan) sebagai strategi belajar untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.
3) Bertanya, sebagai niat belajar untuk mengembangkan sifat ingin tahu siswa.
4) Masyarakat belajar, dalam bentuk kelompok-kelompok sebagai wadah lingkungan belajar.
5) Pemodelan (guru, siswa lain, penutur asli, karya inovasi) sebagai wadah pencpaian kompetensi.
6) Refleksi sebagai langkah akhir dalam proses belajar agar siswa merasa bahwa mereka telah mempelajari sesuatu.
7) Penilaian sebelumnya (autentik), untuk menilai apa yang seharusnya dinilai. Meliputi proses dan hasil dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara.
3. Pendekatan Pembelajaran Quantum
Pembelajaran Quantum atau Quantum Learning (QL) adalah sebuah model pembelajaran yang berupa ‘pengorkestrasi’ proses belajar mengajar agar pembelajar dapat belajar dengan perasaan aman, nyaman dan menyenangkan.
Cunningham, Duffi dan Knuth (Ghazali, 2002) menyebutkan 7 kondisi pengajar untuk mewujudkan kelas yang konstruktivistik, yaitu:
1) Pengajar memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk mencari pengalaman pada saat proses pembentukan pengetahuan berlangsung.
2) Pengajar membiasakan pembelajar menghargai kondisi dan prespektif yang berbeda.
3) Pengajar menghubungkan belajar dengan konteks yang realistis dan relevan.
4) Pengajar melatih pembelajar menghargai pendapat dan temuannya sendiri.
5) Pengajar menciptakan suasana belajar yang berbeda dalam suasana interaksi sosial.
6) Pengajar mendorong pembelajar untuk berani menggunakan bentuk penyajian yang berbeda.
7) Pengajar mendorong anak didik untuk senantiasa menyadari proses terbentuknya pemahaman dan pengetahuan dalam diri mereka.
4. Pembelajaran Kooperatif
Kelough dan Kelough (Kasihani, 2008) mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu macam strategi pembelajaran secara kelompok, siswa belajar bersama dan saling membantu dalam membuat tugas dengan penekanan pada saling support diantara anggota.
Meenurut teori motivasi, tujuan belajar kooperatif adalah untuk menciptakan suatu situasi dimana keberhasilan dapat mencapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif, diantaranya:
a. Positive interdependence, saling tergantung secara positif, artinya anggota kelompok menyadari bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan.
b. Face to face interaction, semua anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.
c. Individual accountability, setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok.
d. Use of collaborative/social skills, keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi diperlukan.
e. Group processing, siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Hasil kerja adalah hasil kelompok
2. Penghargaan adalah untuk kelompok dan bukan untuk perorangan
3. Setiap anggota mempunyai peran/tugas yang merupakan bagian dari tugas kelompok.
4. Antar anggota saling member dorongan dan saling membantu.
5. Guru member feedback untuk kelompok
6. Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas tugas kelompoknya.
Macam-macam bentuk pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Think-pair-share
Prosedur pelaksanaannya:
1) Guru memberi satu topic atau masalah kepada siswa
2) Siswa berpikir tentang topic atau masalah tersebut secara individual
3) Siswa membicarakan dengan pasangan masing-masing tentang topic tersebut serta saling mengemukakan apa yang mereka ketahui tentang topic tersebut.
4) Guru meminta beberapa siswa untuk berbagi jawaban (share) dengan seluruh siswa di kelas.
b. Think-Pair-Squere
Pada tahap ini siswa mendapat topic dari guru, mereka diberi waktu untuk memikirkan topic dan mengingat apa yang telah mereka ketahui. Kemudian mereka secara berpasangan membicarakan bersama. Setelah diskusi dan berbagi informasi secara berpasangan, siswa diminta untuk membicarakan topic atau masalah tersebut dengan pasangan lain.
c. Expert Group (kelompok ahli)
Prosedurnya diantaranya:
1) Setip siswa dalam kelompok diberi nomor (expert group)
2) Bahasan diskusi diberi oleh guru (expert group)
3) Setelah pembicaraan matang, terakhir setiap anggota sgroup kembali ke induknya (home group)
4) Setiap anggota di home group member tahu apa yang telah dipelajari di expert group.
5. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
PAKEM adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif secara fisik, sosial dan mental untuk dapat memahami dan mengembangkan kecakapan hidup.
Karakteristik PAKEM adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran ini menuntut guru dan siswa untuk aktif
b) Pelajaran ini menuntut guru dan siswa kreatif
c) Pembelajaran ini efektif bila dapat mencapaikan potensi yang telah dirumuskan atau mencapai tujuan pembelajaran dan siswa memperoleh atau mencapai potensi yang diharapkan.
d) Pembelajaran yang menyenangkan menjadikan anak tidak takut salah, tidak takut ditertawakan, dan tidak akan dianggap sepele.
6. Pembelajaran berbasis masalah
Problem basis learning (PBL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang terlibat langsung secara aktif dalam pemecahan masalah secara berkelompok.
Keterampilan-keterampilan pemecahan masalah atau problem solving skill seperti membuat tabulasi, menyusun daftar, menghitung persentase, membuat diagram, grafik dan sebagainya, biasa digunakan oleh para guru untuk menyelesaikan soal-soal yang berkenaan dengan pokok bahasan pelajarannya. Model pembelajaran ini biasanya berbentuk suatu proyek untuk disesuaikan oleh sekelompok siswa yang harus bekerjasama.
Langkah-langkah yang dapat dipakai untuk mengimplementasikan PBL yakni:
a. Siswa diberi suatu masalah
b. Dalam kelompok-kelompok kecil, siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki dan mengerjakan apa yang perlu diketahui. Bagian ini juga mencangkup membuat pertanyaan-pertanyaan masalah dan membuat hipotesa-hipotesa.
c. Siswa mencari data tentang hal-hal yang diperlukan atau informasi yang belum ada.
d. Siswa berkumpul kembali dengan kelompoknya untuk melaporkan apa saja yang telah mereka pelajari.
e. Langkah-langkah ini akan berulang beberapa kali, berdiskusi, mencaari informasi, melaporkan ke kelompok, diskusi lagi sampai kelompok mendapatkan solusinya.
f. Kegiatan akhir merupakan kegiatan diskusi penutup. Yaitu apabila informasi yang mereka pelajari dan proses telah sampai pada suatu solusi.
PBL biasanya memerlukan waktu banyak sampai 4-6 minggu. Walaupun PBL memerlukan banyak waktu, pembelajaran ini jelas sangat membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan kemampuan siswa.
BAB 10
PENCIPTAAN BI’AH LUGHOWI’AH DALAM RANGKA PENGUATAN KETERAMPILAN BERBAHASA
A. Konsep Bi’ah Lughowiyah
Bi’ah lughowiyah (lingkungan bahasa) adalah segala sesuatu yang didengar dan dilihat oleh pembelajar berkaitan dengan bahasa target yang sedang dipelajari. Dalam hal ini adalah bahasa Arab sebagaimana yang dikonsepkan oleh Krashen, ada dua jenis lingkungan berbahasa, yaitu:
1. Lingkungan formal
Yakni ada dalam situasi belajar bahasa. Lingkungan formal mencangkup berbagai aspek pendidikan formal dan non formal, dan sebagian besar berada dalam kelas atau laboratorium. Lingkungan formal ini dapat memberikan masukan kepada pembelajar berupa pemerolehan keterampilan berbahasa ataupun system bahasa (pengetahuan unsure-unsur bahasa) tergantung kepada bagaimana tipe pembelajaran atau metode yang digunakan oleh guru. Namun secara umum terdapat kecenderungan bahwa lingkungan formal memberikan memberikan pengetahuan tentang system bahasa lebih banyak dibandingkan keterampilan bahasa.
2. Lingkungan non formal
Lingkungan formal ini memberikan ruang bagaimana mempraktekan kebahiran berbahasa secara alamiah dan sebagian besar terjadi di luar kelas. Bentuk pemerolehan wacana ini bisa berupa bahasa yang digunakan oleh guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan sekolah serta faktor terpenting adalah lingkungan alam atau buatan yang berada di sekitar sekolah.
Dari keterangan diatas yang paling penting bagi kita adalah bagaimana memberdayakan bi’ah lughowiyah tersebut dalam upaya mendukung tercapainya kompetensi berbahasa oleh para pelajar. Artinya semua pihak yang terkait dengan kedua lingkungan tersebut harus memahami peran dan fungsinya masing-masing.
B. Tujuan Penciptaan Bi’ah Lughowiyah
Tujuan utama penciptaan lingkungan berbahasa Arab adalah menumbuhkan tradisi positif dalam berbahasa Arab secara efektif. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk membiasakan sekaligus membiasakan sensitivitas akademika dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif melalui praktik muhadatsah (percakapan), munaqasah (diskusi), muhadharah (ceramah dalam perkuliahan), ta’bir tahrir (berekspresi dalam tulisan).
2. Memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan bahasa Arab yang sudah dipelajari dalam kelas, sehingga para siswa lebih memiliki kesempatan untuk mempraktikan bahasa.
3. Menumbuhkan kreatifitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu antara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.
C. Prasarat Dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Bi’ah Lughowiyah
Diyakini bahwa menciptakan lingkungan berbahasa Arab yang kondusif tidak mudah. Karena itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, antara lain:
1. Adanya sikap dan apresiasif positif terhadap bahasa Arab dari pihak-pihak terkait. Yaitu semua ciitas madrasah, mulai sari guru sampai karyawan. Sikap dan apresiasi positif mempunyai implikasi yang besar terhadap pembinaan dan pengembangan keterampilan berbahasa. Dari sikap dan apresiasi positif inilah akan tumbuh motivasi dan “rasa butuh” yang tinggi akan bahasa.
2. Adanya “aturan main” atau pedoman yang jelas mengenai format dan model pengembangan lingkungan bahasa Arab yang dikehendaki oleh madrasah. “Aturan main” ini dapat menjadi sangat penting untuk meningkatkan komitmen dan menyatukan visi dan tekad bersama untuk mengembangkan lingkungan bahasa. Sedapat mungkin aturan main ini dapat disosialisasikan sejak mahasiswa baru mulai menginjakan kaki di kampus agar mereka mempunyai sikap dan apresiasi yang positif terhadap bahasa Arab. Jika dipandang perlu, dalam aturan itu juga dibentuk semacam “Mahkamah Al lughah” yang berfungsi sebagai pemantau, pengawas kedisiplinan berbahasa Arab, sekaligus pemutus dan pengeksekusi hukuman-hukuman tertentu bagi pelanggar kesepakatan bersama.
3. Adanya beberapa figure yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab aktif. Keberadaan dosen native speaker (nathiq bi al-lughah al-‘arabiyah) tampaknya harus dioptimalkan fungsi dan perannya dalam mewarnai pembinaan dan pengembangan keterampilan bahasa Arab. Figur-figur itu merupakan penggerak utama dan tim kreatif dalam mendinamisasi penciptaan lingkungan berbahasa Arab.
4. Penyediaan alokasi dana yang memadai, baik untuk pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung maupun untuk memberikan insentif bagi para penggerak dan tim kreatif penciptaan lingkungan berbahasa Arab.
Ketika berbicara bahasa, maka praktik dalam kehidupan sehari-hari menjadikan hal penting supaya melatih kefasihan dalam berbahasa. Hal ini akan berjalan lancar jika didukung dengan adanya komunitas bahasa. Tanpa adanya komunitas, tidak aka nada semangat untuk melatih bahasa.
[1] Sistem informasi manajemen pendidikan. Eti Rochaeti-Pontjorini Rahayuningsih Prima Gusti Yanti.2006 (Jakarta:PT Bumi Aksara). 2
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.3. Departemen Pendidikan Nasional. 2007 (Jakarta : Balai Pustaka ).17
[3] http://muhfida.com/pengertian-pembelajaran-secara-khusus
[4] Abdul Wachid, B.S. dan Heru Kurniawan, KEMAHIRAN BERBAHASA INDONESIA 1 untuk Persiapan Menullis Ilmiah. (STAIN press, Purwokerto, 2010), hlm.72
[5] Http/ pola-dasar-Bahasa Arab.com. download pada hari jum’at 11 sep 2011
[6] http/ olalanenymoo.wordpress.com, didownload pada hari sabtu, 12 september 2011
makasih . . .
BalasHapus