A. PENDAHULUAN
Tidak bisa dipungkiri kalau bahasa sebagai alat komunikasi. Dimana dalam berkomunikasi itu harus terjadi saling pengertian diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Jadi dalam suatu perkumpulan orang-orang pastilah memiliki bahasa tersendiri sebagai media untuk saling memanhami dengan berkomunikasi.
Bahasa arab sebagai bahasa agama islam. Atau beberapa menyatakan bahwa bahasa Arab itu bahasa Aherat. Salah satu alasan mengapa bahasa Arab dikatakan sebagai bahasa agama islam yaitu karena dalam kitab suci dituliskan ayat-ayat yang berbahasa Arab.
Kemudian munculah berbagai pertanyaan, mengapa diturunkannya kitab Al Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab? Dalam makalah ini akan dibahas beberapa keistimawaan Bahasa Arab yang menjadikan perhatian tersendiri dan wajib kita ketahui.
B. PEMBAHASAN
1. Bahasa Arab dalam Agama
Al Qur’an sebagai sumber agama Islam dituliskan dalam Bahasa Arab. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab bagi kaum muslimin merupakan suatu kebutuhan yang sangat utama. Selain itu juga dengan mempelajarinya merupakan tujuan suci yaitu untuk memperdalam pemahaman ajaran agama Islam dari sumbernya yang asli.
Mempelajari Bahasa Arab juga berarti membina kemampuan memahami fikiran-fikiran ulama terdahulu guna pengembangan alam fikiran para ulama pada masa kini, sehingga mampu menjawab masalah-masalah keagamaan baik yang telah diuraikan oleh para ulama terdahulu maupun masalah-masalah yang timbul pada masa sekarang. Adapun salah satu persyaratan seorang ulama adalah mengerti dan memahami bahasa Arab sebagai bahasa Al Qur’an, hadis dan kitab-kitab agama lainnya yang ditulis dalam Bahasa Arab.
Pengucapan Bahasa Arab juga dilakukan saat umat islam melakukan ibadah, yang hendaknya memberi pengaruh bagi pembinaan akhlak dan sikap mental dalam kehidupan seseorang. Hal ini dapat terwujud jika muslim yang beribadah itu memahami makna dan menghayati arti dari ibadah yang dilakukan.
2. Bahasa Arab dalam Ilmu Pengetahuan
Salah satu hadis yang menyatakan bahwa, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan”. Dan siapa pun tahu bahwa selama beberapa abad dalam zaman pertengahan bahasa Arab selain sebagai bahasa agama, juga merupakan bahasa yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan diseluruh bagian dunia peradaban.
Dahulu, Eropa dijuluki dalam “Abad Kegelapan” karena kehidupan bangsa-bangsa di sana sangat dipengaruhi oleh kebekuan gereja yang bersikap tidak terbuka terhadap ilmu dan filsafat Yunani yang dianggap berbahaya bagi agama Masehi. Hal ini terbukti dengan ditutupnya lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani seperti yang terjadi di Athena.
Ahli-ahli filsafat Yunani dianggap kufur dan murtad dari agama Masehi, bahkan banyak diantara mereka yang mengalami siksaan dan hukuman yang cukup berat karena kekuasaan gereja pada waktu itu sekaligus adalah kekuasaan dalam pemerintahan. Keadaan ini menyebabkan sebagian diantara mereka melarikan diri berpindah ke Asia dan menetap di Syiria, Irak dan tempat-tempat dimana mereka bebas mengajarkan ilmu dan filsafat Yunani.
Setelah Negara-negara dimana terdapat kebebasan untuk mempelajari ilmu dan filsafat Yunani tersebut masuk ke dalam kekuasaan Khilafah Islamiyah, maka ilmu dan filsafat Yunani diwarisi oleh umat Islam. Terdorong oleh ajaran agama untuk mempelajari ilmu pengetahuan maka orang-orang islam mempelajari ilmu dan filsafat Yunani dengan kesungguhan dan ketekunan terutama peluang itu diperoleh pada masa Khalifah Abbasiyah.
Akibat sikap gereja yang tidak terbuka serta tindakannya yang keras terhadap peradaban Yunani, maka dunia Barat menjadi sunyi dari ilmu dan filsafat Yunani, kecuali tentang ilmu agama Masehi. Untunglah bahwa ketika dunia Barat dalam keadaan kegelapan semacam itu, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dapat dipeelihara dan dikembangkan oleh umat islam di timur yang kemudian pada zaman kebangkitan (Renaissance) dunia barat, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani itu diambil alih kembali dari umat islam baik di Asia maupun disebagian Eropa sendiri.
Sebelum para cendekiawan muslim dapat melahirkan ilmu pengetahuan yang asli berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, terlebih dahulu mereka melalui suatu abad yang dikenal dengan abad terjemah, yaitu pada masa Khilafah Abasiyah (132-656 H atau 750-1258 M) dimana dilakukan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani ke dalam Bahasa Arab. Abad ini dibagi menjadi tiga fase sebagai berikut:
a. Fase Pertama
Dimulai pada masa khalifah Al Mansur (136-158 H atau 754-775 M) sampai akhir khalifah Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini diterjemahkan buku-buku Aristoteles tentang ilmu logika (mantiq), buku Al Majisti tentang ilmu falak (astronomi), buku kesustraan Persia “Kalilah wa Dimnah” dan “Sinhind” (India) ke dalam bahasa Arab. Penerjemah pada masa ini adalah Ibnu Muqaffa’, Jirjis bin Jibrail dan Yuhanna bin Batriq.
b. Fase Kedua
Penerjemahan yang dilakukan pada masa pemerintah Khalifah Al Ma’mun (198-218 H atau 813-833M). Buku-buku filsafat Aristoteles dan buku-buku filsafat Yunani lainnya banyak diterjemahkan. Sejumlah karangan Socrates, Plato dan Galinus diterjemahkan oleh Hunain bin Ishaq, sebagian besar buku-buku Aristoteles diterjemahkan juga olehnya. Disamping itu, buku Al Majisti diulang kembali penerjemahannya. Penerjemah yang terkenal pada fase ini, disamping Hunain Bin Ishaq dan Ishaq bin Hunain ialah Yohanna, Yahya Bitriq, Hijjaj bin Yusuf, Qusta bin Luqa, Al Baihaqi, Tsabit bin Qurrah, dll.
c. Fase Ketiga
Fase ketiga adalah fase setelah Khalifah al Ma’mun. Buku-buku yang diterjemahkan pada fase ini adalah mengenai ilmu logika (mantiq) dan ilmu alam karya Aristoteles. Adapun penerjemah yang dikenal pada fase ini adalah Matta bin Yunus, Sinain bin Tsabit bin Qurrah, Yahya bin ‘Adi dan Ibnu Zuhrah.
Dapat dikatakan bahwa hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu pasti, ilmu kimia dan sastra yang dikenal pada masa itu sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab. Dengan perkataan lain, masa pertama adalah masa menerjemahkan dan masa kedua adalah masa mengarang dan mencipta. Setelah abad terjemah selesai kemudian kaum muslim giat mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah diterjemahkan itu, sehingga pada abad ke III H lahirlah filosof Islam pertama, yaitu Abu Yusuf Ja’kub bin Ishak Al Kindi (796-873 M).
Adapun faktor-faktor yang mendorong penerjemahan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan pada zaman Abbasiyah yaitu:
1. Keadaan pertahanan dan keamanan pemerint an berangsur-angsur menjadi baik pada zaman Khalifah Abbasiyah, sehingga pemerintah menjadi kuat, stabil dan memberikan peluang untuk mulai bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan terutama pada zaman khalifah Harun ar Rasyid dan Khalifah Al Ma’mun.
2. Tuntunan dan tantangan zaman pada waktu itu menghendaki perkembangan cara berfikir sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan pemikiran keagamaan yang dapat diterima oleh tingkat kemajuan berfikir. Oleh karena itu, filsafat dan ilmu mantiq sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan masalah-masalah yang berkenaan dengan aqidah secara logis. Ditambah lagi kebutuhan untuk melaksanakan kewajiban beribadah yang tertentu seperti salat, puasa, naik haji dan sebagainya merupakan faktor pendukung untuk mempelajari ilmu falaq.
3. Khalifah-khalifah Abbasiyah seperti Al Ma’mun, Harun ar Rasyid dan Al Manshur menaruh perhatian besar terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan. Khalifah sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan memberikan bantuan, fasilitas dan penghargaan kepada para penerjemah.
Pada zaman berikutnya, buku-buku terjemahan tersebut beserta tafsiran dan penjelasan penjelasannya dibuat oleh para cendekiawan muslim menjadi buku-buku pegangan (reference) yang sangat diperlukan oleh dunia barat pada masa kebangkitan dimana dunia Kristen di Barat dihadapkan kepada kebutuhan untuk memahami soal-soal keagamaan yang tidak cukup hanya bersifat dogmatis semata akan tetapi perlu pemahaman secara rasional.
Pada abad ke XIII beberapa sarjana Kristen yang maju dalam cara berpikir, mengetahui bahwa jawaban atas persoalan mengenai kedudukan Tuhan dalam alam semesta, mengenai roh dan lain-lain terdapat dalam tulisan-tulisan berbahasa Arab. Oleh karena itu, naskah-naskah dalam bahasa Arab dianggap perlu untuk diterjemahkan kembalike dalam bahasa Barat termassuk tafsiran-tafsiran karanga Aristoteles, karya Al Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.
Abu Nasr Muhammad Al Farabi (872-950 M) disamping menerjemahkan karangan-karangan Aristoteles juga member tafsirannya tentang etika ddan ilmu jiwa. Sebagai filusuf besar ia menulis sejumlah besar karangan asli antara lain tentang ilmu jiwa, metafisika dan teori ilmu music timur. Karangan-karangan al Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd tentang teori music telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi buku-buku pelajaran di Eropa Barat. Al Farabi mengarang pula buku “Ihsha’ul Ulum” mengenai ilmu pengetahuan yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan sangat berpengaruh di Barat.
Ibnu Sina (980-1037 M) yang dikenal di dunia Barat dengan nama Avicena adalah seorang pujangga muslim yang tulisannya menarik dan mengagumkan. Karangannya yang pertama berjudul “Al Majmu” memuat berbagai ilmu pengetahuan umum seperti filsafat, fisika, matematika dan ilmu jiwa. Jumlah karangan Ibmu Sina (menurut Collier’s Encyclopedia dan Chamber’s Encyclopedia) lebih dari 100 buah, antara lain yang terpenting adalah “Al Qanun” mengenai ilmu kedokteran dan “Asy- Syifaa” mengenai ilmu filsafat. “Al Qanun” terdiri dari lima jilid yang mengandung sejuta perkataan. Buku ini merupakan ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang menguasai dunia pengobatan di Eropa selama lima abad, jauh lebih lama dari buku ahli kedokteran Yunani karangan Galius. Al Qanun diterjemahkan dari bahasa arab ke bahasa latin oleh Gerad of Gremona (Italia) dan berdasarkan terjemahannya itu Universitas Louvin dan Monthpellier di Prancis tetap mempergunakan sebagai textbook sampai tahun 1650. Gambar Ibnu Sina dipajang menghiasi dinding aula fakultas kedokteran Universitas Paris sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dibidang kedokteran.
Ibnu Rusyd (1126-1198M) yang dikenal di Barat dengan nama Averroes telah menggoncangkan Eropa dengan gerakan rasionalismenya yang merupakan aliran berpengaruh dan hidup dalam perkembangan proses berfikir orang-orang Eropa sejak abad XII sampai akhir abad XVI. Ibnu Rusyd telah memberi sumbangan fikirannya terhadap ilmu kedokteran dengan sebuah buku yang berjudul “Al-Kuliyat Fiththib”. Dalam buku ini antara lain dikemukakan bahwa tak seorang pun kena penyakit cacar dua kali dan fung selaput jala (rotina) difahami benar-benar.
Meskipun dunia Barat tidak seluruhnya setuju terhadap beberapa ajaran sarjana Arab, tetapi mereka membutuhkannya karena ajaran-ajaran itu mengandung nilai ilmiah tentang filsafat, ilmu pasti, ilmu astronomi dan pengetahuan lain yang ada waktu itu. Juatru karena ajaran itulah para cendekiawan Eropa lambat laun mulai memperkembangkan sikap obyektif terhadap ilmu pengetahuan yang menjiwai zaman Renaissance.
Dari Al Chawarizmi orang Eropa belajar angka-angka Arab, ilmu aljabar dan table-tabel ilmu falak yang pada waktu itu paling dapat dipertahankan dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol oleh orang Inggris bernama Adelard dari Bath.
Pusat pertama tempat orang Eropa mempelajari ilmu pengetahuan yang ditulis dalam Bahasa Arab, didirikan di Toledo (Spanyol) dibawah pimpinan Uskup Agung Raymond. Ia adalah Uskup Besar Gereja Katolik di Spanyol yang berkat usahanya maka karya-karya dalam tulisan Bahasa Arab dapat dipelajari kaum Kristen.
Kalau dalam zaman Al Ma’mun, Hunain bin Ishaq diserahi “Baitul Hikmah” sebagai penanggung jawab penerjemahan buku ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dan bahasa Yunani atau Persi ke dalam bahasa Arab, maka Uskup Agung Raymond mengakat Dominico Gondisalvi sebagai pemimpin penterjemah berbagai buku berbahasa Arab kedalam bahasa latin. Usaha Uskup Agung Raymond mengenai penerjemahan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan yang berpusat di Toledo itu banyak menarik perhatian para sarjana diseluruh bagian Eropa, antara lain:
a. Robert Chaster (Inggris) menerjemahkan karangan Jabir mengenai ilmu Kimia dan karangan Al Khawarizmi mengenai aljabar kedalam bahasa Latin.
b. Herman dan Dalmati bersama seorang Arab yang menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Latin untuk diserahkan kepada Peter kepala Biara di Cluni (Prancis Timur)
c. Michael (Skotlandia) menerjemahkan karangan Ibnu Sina, karangan Al Bitruji mengenai astronomi, karya Ibnu Sina mengenai ilmu hewan dan beberapa karangan Aristoteles yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab.
Dalam bidang kesustraan, dunia Barat pun mendapatkan banyak pelajaran dari karya bangsa Arab. Buku cerita “Seribu Satu Malam” memberikan pengaruh yang kuat terhadap kesustraan Barat. Buku ini telah mengilhami orang Barat mengarang cerita-cerita seperti Resels karangan Samuel Johnson. Karya Ibnu Tufail dalam “Haiy bin Yaqdhan” telah mengilhami cerita Robinson Crosoe.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam abad ke XX ini bahasa Arab telah berkembang sebagai bahasa untuk menguraikan berbagai cabang ilmu pengetahuan baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, bahasa pengantar perkuliahan dalam berbagai fakultas seperti fakultas Ekonomi, Sosial Politik, teknik dan kedokteran dari berbagai universits di Negara-negara Arab adalah dalam bahasa Arab, begitu pula buku-buku yang dipergunakan kebanyakan dalam Bahasa Arab.
Dengan demikian mempelajari bahasa Arab merupakan kunci untuk memahami dan mendalami sejarah perkembangan peradaban dunia muslim pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya. Bahkan dasar ilmu pengetahuan lama itu dijadikan batu loncatan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad XX ini.
3. Bahasa Arab dalam Hubungan Internasional
Dunia Arab terdri dari beberapa Negara dengan bentuk dan system pemerintahan masing-masing. Walaupun terdapat perbedaan kepentingan antar Negara satu dengan yang lain, namun mereka merasa ada di dalam satu ikatan yang antara lain disebabkan oleh adanya ikatan kesatuan bahasa yaitu bahasa Arab. Disamping itu gerakan nasionalisme Arab juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap kedasaran dan keinsafan sebagai suatu bangsa.
Sebagai salah satu hasil dari gerakan nasionalisme Arab ini tampak dalam bidang pengetahuan Bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu yang digunakan diseluruh pelosok dunia Arab sehingga orang-orang Aljazair yang sudah banyak mempergunakan bahasa Prancis sejak lepas dari penjajahan Prancis secara otomatis mewajibkan penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.Dengan demikian seluruh Negara Arab menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi yang dipergunakan dalam administrasi Negara, surat-menyurat dan nota diplomatic dari Departemen Luar Negeri Negara-negara Arab. Sedangkan bahasa Inggris dan Prancis hanya dipakai sebagai terjemahan dari naskah aslinya. Adapun bahasa percakapan sehari-hari dari Negara-negara Arab umumnya mempergunakan dialek menurut tempat masing-masing sedangkan surat-surat kabar dan majalah-majalah mempergunakan bahasa Arab Fusha modern.
Dalam dunia diplomasi pada organisasi-organisasi internasional dikalangan dunia islam seperti Mu’tamar Alam Islam, Rabthah Alam Islam dan lain-lain organisasi islam internasional semua kegiatan yang dilakukan tak dapat lepas dari penggunaan Bahasa Arab sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.
Pada tahun 1973 untuk pertama kalinya bahasa Arab dijadikan bahasa resmi dalam lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pidato-pidato, pembicaraan daan perdebatan di forum PBB diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab sejajar dengan bahasa-bahasa asing lainnya. Pemaakaian bahasa Arab sebagai salah satu bahasa resmi dalam PBB menempatkan bahasa Arab untuk berperan sebagai salah satu alat komunikasi dalam hubungan diplomasi internasional didukung oleh makin besarnya peranan Negara-negara Arab penghasil minyak dalam dunia perekonomian internasional menambah perhatian dunia terhadap pengajaran Bahasa Arab.
4. Bahasa Arab dalam Kebudayaan Nasional
Kedudukan dan peranan Bahasa Arab di masyarakat dan kebudayaan Indonesia telah mengambil bagian penting sejak berkembangnya agama Islam di Nusantara pada abad XIII. Sampai saat ini masih dirasakan dan dapat dilihat bahwa bahasa Arab tidak hanya merupakan bahasa agama islam yang hidup dalam lingkungan ulama, pesantren, madrasah, cendekiawan dan masyarakat islam, akan tetpi bahasa Arab juga telah turut membina dan mengembangkan bahasa Indonesia ataupun bahasa-bahasa daerah, terutama dalam perbendaharaan kosa kata.
Beberapa ungkapan dalam bahasa Arab yang diambil dari ajaran agama Islam sering digunakan baik dalam forum resmi maupun tidak resmi seperti ucapan salam, “Assalamu’alaikum”, “Bismillahirrahmanirrahim”, “Alhamdulillah”, “Masyaallah”, “Insya Allah” dan sebagainya.
Pada zaman penjajahan Belanda sebelum tulisan latin diajarkan di sekolah-sekolah, tulisan Arab telah dipergunakan dalam surat-menyurat. Bahkan di kampung-kampung pada umumnya sampai zaman permulaan kemerdekaan banyak orang yang masih buta huruf tulisan latin tetapi merka tidak buta huruf tulisan Arab. Ini dikarenakan mereka dapat membaca tulisan Arab untuk membaca Al Qur’an maupun membaca surat dalam bahasa daerah dengan tulisan Arab. Oleh karena itu untuk menyesuaikan huruf Arab dengan ejaan Indonesia atau bahasa Daerah yang ditulis dengan ejaan Indonesia ada penambahan tanda baca baru yang tidak terdapat dalam bahasa Arab yang berlaku di Negara Arab seperti : huruf p ditulis huruf fa bertitik tiga, ng ditulis dengan ‘ain bertitik tiga, ny ditulis ya bertitik tiga di bawahnya atau nun bertitik tiga.
Dengan mendalami Bahasa Arab, perasaan agama islam pada sebagian besar bangsa Indonesia, maka penggunaan kalimat-kalimat yang berisi ayat-ayat Al Qur’an atau hadits Nabi SAW sering kali dijumpai pada bangunan masjid dan di rumah-rumah kaum muslim yang difungsikan sebagai hiasan dinding. Bukan hanya itu, sekarang saja di kendaraan umum maupun pribadi tertera tulisan, “Bismillahirrahmanirrahim”. Ini juga berisi anjuran atau peringatan tentang ajaran Islam yang terkandung didalamnya.
Kesustraan Indonesia pada zaman pujangga lama banyak ditulis dengan huruf Arab Melayu yang banyak menggunakan kata-kata berasal dari bahasa Arab, maka mempelajari bahasa Arab dapat menjadi kunci untuk menggali kesustraan Indonesia lama. Karen banyaknya kata-kata Arab yang digunakan atau yang telah diambil menjadi kata-kata dalam bahasa Indonesia sekarang. Maka mempelajari bahasa Arab juga menjadi kunci untuk mempelajari pengetahuan kesustraan Indonesia lama dan pengembangan kosa kata yang diperlukan dalam perkembangan bahasa Indonesia pada masa sekarang.
5. Bahasa Arab sebagai Bahasa Paling Tua
Sebagai bahasa yang sudah tua dan tetap digunakan umat manusia hingga hari ini, wajar pula bila bahasa Arab memiliki kosa kata dan perbendaharaan yang sangat luas dan banyak. Bahkan para ahli bahasa Arab menuturkan bahwa bahasa Arab memiliki sinonim yang paling menakjubkan. Kata unta yang dalam bahasa Indonesia hanya ada satu padanannya, ternyata punya 800 persamaan kata dalam bahasa arab, yang semuanya mengacu kepada satu hewan unta. Sedangkan kata 'anjing' memiliki 100-an padanan kata.
Fenomena seperti ini tidak pernah ada di dalam bahasa lain di dunia ini. Dan hanya ada di dalam bahasa arab, karena faktor usia bahasa arab yang sangat tua, tetapi tetap masih digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari hingga hari ini. Dengan alasan ini maka wajar pula bila Allah SWT memilih bahasa Arab sebagai bahasa yang dipakai di dalam Al-Qur'an.
6. Bahasa Arab tetap eksis
Kenyataannya, sejarah manusia belum pernah mengenal sebuah bahasa pun yang tetap eksis sepanjang sejarah. Setiap bahasa punya usia, selebihnya hanya tinggal peninggalan sejarah. Bahkan bahasa Inggris sekalipun masih mengalami kesenjangan sejarah. Maksudnya, bahasa Inggris yang digunakan pada hari ini jauh berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh orang Inggris di abad pertengahan. Kalau Ratu Elizabeth II masuk ke lorong waktu dan bertemu dengan 'mbah buyut'-nya, King Arthur, yang hidup di abad pertengahan, mereka tidak bisa berkomunikasi, meski sama-sama penguasa Inggris di zamannya. Mengapa?
Karena meski namanya masih bahasa Inggris, tapi kenyataannya bahasa keduanya jauh berbeda. Karena setiap bahasa mengalami perkembangan, baik istilah maupun grammar-nya. Setelah beratus tahun kemudian, bahasa itu sudah jauh mengalami deviasi yang serius.
Yang demikian itu tidak pernah terjadi pada bahasa Arab. Bahasa yang diucapkan oleh nabi Muhammad SAW sebagai orang arab yang hidup di abad ke-7 masih utuh dan sama dengan bahasa yang dipakai oleh Raja Abdullah, penguasa Saudi Arabia di abad 21 ini. Kalau seandainya keduanya bertemu dengan mesin waktu, mereka bisa 'ngobrol ngalor ngidul' hingga subuh dengan menggunakan bahasa arab.
Dengan kenyataan seperti ini, wajarlah bila Allah SWT memilih bahasa arab sebagai bahasa Al-Qur'an Al-Kariem yang abadi. Kalau tidak, boleh jadi Al-Qur'an sudah musnah seiring dengan musnahnya bahasanya.
7. Bahasa Arab memiliki informasi yang padat dalam huruf yang singkat
Diantara keistimewaan bahasa arab adalah kemampuannya menampung informasi yang padat di dalam huruf-huruf yang singkat. Sebuah ungkapan yang hanya terdiri dari dua atau tiga kata dalam bahasa arab, mampu memberikan penjelasan yang sangat luas dan mendalam. Sebuah kemampuan yang tidak pernah ada di dalam bahasa lain.
Makanya, belum pernah ada terjemahan Al-Qur'an yang bisa dibuat dengan lebih singkat dari bahasa arab aslinya. Semua bahasa umat manusia akan bertele-tele dan berpanjang-panjang ketika menguraikan isi kandungan tiap ayat. Sebagai contoh, lafadz 'ain dalam bahasa arab artinya 'mata', ternyata punya makna lain yang sangat banyak. Kalau kita buka kamus dan kita telusuri kata ini, selain bermakna mata juga punya sekian banyak makna lainnya. Di dalam kamus kita mendapati makna lainnya, seperti manusia, jiwa, hati, mata uang logam, pemimpin, kepala, orang terkemuka, macan, matahari, penduduk suatu negeri, penghuni rumah, sesuatu yang bagus atau indah, keluhuran, kemuliaan, ilmu, spion, kelompok, hadir, tersedia, inti masalah, komandan pasukan, harta, riba, sudut, arah, segi, telaga, pandangan, dan lainnya.
Bahasa lain tidak punya makna yang sedemikian padat yang hanya terhimpun dalam satu kata dan hurufnya hanya ada tiga.
8. Bahasa Arab mudah dihafal
Sesuai dengan fungsi Al-Qur'an yang salah satunya sebagai pedoman hidup pada semua bidang kehidupan, Al-Qur'an harus berisi beragam materi dan informasi sesuai dengan beragam disiplin ilmu. Dan kita tahu bahasa dan istilah yang digunakan di setiap disiplin ilmu pasti berbeda-beda. Dan sangat boleh jadi seorang yang ahli di dalam sebuah disiplin ilmu akan menjadi sangat awam bila mendengar istilah-istilah yang ada di dalam disiplin ilmu lainnya.
Dan kalau beragam petunjuk yang mencakup beragama disiplin ilmu itu harus disatukan dalam sebuah kitab yang simpel, harus ada sebuah bahasa yang mudah, sederhana tapi tetap mengandung banyak informasi penting di dalamnya. Bahasa itu adalah bahasa Arab. Karena bahasa itu mampu mengungkapkan beragam informasi dari beragam disiplin ilmu, namun tetap cair dan mudah dimengerti. Dan saking mudahnya, bahkan bisa dihafalkan di luar kepala.
Salah satu karakteristik bahasa Arab adalah mudah untuk dihafalkan, bahkan penduduk gurun pasir yang tidak bisa baca tulis pun mampu menghafal jutaan bait syair. Dan karena mereka terbiasa menghafal apa saja di luar kepala, sampai-sampai mereka tidak terlalu butuh lagi dengan alat tulis atau dokumentasi. Kisah cerita yang tebalnya berjilid-jilid buku, bisa digubah oleh orang arab menjadi jutaan bait puisi dalam bahasa arab dan dihafal luar kepala dengan mudah. Barangkali fenomena ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tulis menulis kurang berkembang di kalangan bangsa arab saat itu. Buat apa menulis, kalau semua informasi bisa direkam di dalam otaknya?
9. Keindahan sastra Bahasa Arab
Salah satu keunikan bahasa arab adalah keindahan sastranya tanpa kehilangan kekuatan materi kandungannya. Sedangkan bahasa lain hanya mampu salah satunya. Kalau bahasanya indah, kandungan isinya menjadi tidak terarah. Sebaliknya, kalau isinya informatif maka penyajiannya menjadi tidak asyik diucapkan.
Ada sebuah pintu perlintasan kereta api yang modern di Solo. Setiap kali ada kereta mau lewat, secara otomatis terdengar rekaman suara yang membacakan peraturan yang terkait dengan aturan perlintasan kereta. Awalnya, masyarakat senang mendengarkannya, tapi ketika setiap kali kereta mau lewat, suara itu terdengar lagi, maka orang-orang menjadi jenuh dan bosan. Bahkan mereka malah merasa terganggu dengan rekaman suara itu. Ada-ada saja komentar orang kalau mendengar rekaman itu berbunyi secara otomatis.
Tapi lihatlah surat Al-Fatihah, dibaca orang ribuan kali baik di dalam shalat atau di luar shalat, belum pernah ada orang yang merasa bosan atau terusik ketika diperdengarkan. Bahkan bacaan Al-Qur'an itu begitu sejuk di hati, indah dan menghanyutkan. Itu baru pendengar yang buta bahasa arab. Sedangkan pendengar yang mengerti bahasa arab, pasti ketagihan kalau mendengarnya.Bahkan para2 syekh2 atau orang yg bnar2 paham bahasa Arab kita lihat bila sholat atau berdoa smpai menangis.Kita semua tahu kisah2 ttg Rasulullah dan sahabat2 beliau waktu menangis saat membaca Al Quran,bahkan kita tahu Umar Ibn Khattab yang pribadinya keras(sebelum masuk islam) hatinya luluh saat mendengar QS Toha dibacakan.
Tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang bisa tetap terdengar indah ketika dibacakan, namun tetap mengandung informasi kandungan yang kaya, kecuali bahasa arab. Maka wajarlah bila Alloh SWT berfirman dengan bahasa arab.
C. PENUTUP
Dengan memperhatikan beberapa penjelasan seperti dijelaskan diatas maka dalam mempelajari Bahasa Arab di Indonesia tidak hanya bermanfaat untuk memahami ajaran agama Islam dan kebudayaan Islam tapi juga bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dan peranan bahasa Arab dalam perkembangan kebudayaan nasional Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya menganut agama islam. Begitu dengan bahasa Arab sendiri yang demikian unik dan harus dikuasai oleh setiap muslim.
D. DAFTAR PUSTAKA
Sumardi, Mulyanto dan Kafrawi, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam, Yogyakarta, 1976.
Anshor, Ahmad Muhtadi, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metode-Metodenya, Yogyakarta : Sukses Offset, 2009
Allamudin al Faruq, Kelebihan Bahasa Arab dengan Bahasa yang Lain, Browser blog. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar