Siapa yang tahu makanan khas dari berbagai belahan bumi Indonesia ?. Yup !!. Lumpia dari semarang, Gudeg dari Yogyakarta, Dodol dan Peuyeum dari Bandung, Coto dari Makasar, Dodol Tape dari Bumiayu, Tempe Kemul dari Wonosobo, Dawet Ayu dari Banjarnegara, Ondol dari Purbalingga, Gethuk dari Sokaraja, apa lagi ya ?. Ah, kamu lebih tau. Itu sih menu lama, bagaimana dengan sekarang ?. Banyak lho menu baru kreasi para pengusaha kuliner untuk menggaet pelanggannya. Dari istilah yang kurang beken sampe yang terkeren. Pernah dengar Jamur Kriuk, Lumpia Bom, Ayam kremes, Bakso Pekih, Bakso Candi?. Wah, Rugi deh kalau belum pernah nyicip. Nggak wajib sih...tapi kudu...!!! (Hehe...sama aja dong.).
Berbicara makanan, jadi ingat koki beken asal Surabaya. Rudi Choirudin (46). Ikhwan ganteng yang karib dengan dapur. Memasak itu memang nggak cuma keahlian akhwat ya, ikhwan pun bisa. Ada nggak ya ikhwan yang seperti dia ? Sekarang kan banyak tuh, akhwat yang kerja. Paling nggak urusan dapur sudah ada yang hendel (Hehe...). Pernah nonton acara masak-memasak di Indosiar? Tahu Ibu Siska Suwitomo kan? Koki yang nggak kalah hebatnya dengan Rudi. Meramu bumbu lokal sedemikian rupa dan menyulapnya menjadi hidangan lezat yang mak nyusss... Kalau ada yang tanya, siapa generasi yang akan mewarisi ilmu mereka? Minimal punya hobi yang sama seperti mereka. Eh, bukan sekedar hobi dink, tapi mampu menambah income keluarga atau untuk biaya registrasi misalnya. Wah... ada nggak ya sosok demikian di kampus kita? Ada dong, pengen tau siapa dia? Simak yuh !
Hiruk-pikuk kegiatan perkuliahan sudah dimulai. Saatnya bangun dari tidur panjang liburan. Aktifitas akan berjalan normal, dari tugas dosen yang beragam, kegiatan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang mulai aktif kembali, juga aktivitas lain di luar kampus. Waktu seakan bangkit dan mengejar, hari pun terasa pendek. Tinggalkan kemalasan, prioritaskan waktu seoptimal mungkin, jaga kesehatan. Itu yang dilakukan oleh Ismey Nur Anggaraeni. Mahasiswa STAIN Jurusan Tarbiyah, Prodi PAI. Semester tujuh.
Disela-sela kuliah juga pengajuan proposal untuk siapkan skripsi, masih sempat tengokin dapur dan segala tetek bengeknya. Memang ya... kalau sudah hobi, nggak ada alasan untuk meninggalkannya. Begitu dengan Ismey, lain lagi dengan Mukhlas, mahasiswa KI (Kependidikan Islam apa Kedokteran Islam?) Dia supplier, distributor, pedagang, dari berbagai jenis makanan ringan seperti lontong, bakwan, mendoan, goreng pisang, goreng tahu (brontak, bahasa mbanyumase), gado-gado, air mineral, teh manis, juga kopi. Tiap hari sabtu sore dan minggu siang, dia akan terlihat bersama rekannya, Siti Nur Kholifah (5PBA) berjualan di kampus. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang mengikuti jam kuliah malam, pasti nggak asing lagi dengan mereka.
Jika ditanya, mau nggak berjualan seperti mereka? Pasti ada yang jawab, “Gengsi lah yaw”, atau ”nggak banget”. Beda dengan mereka, “Dengan berjualan seperti ini, kita jadi tahu kalau mengumpulkan keping-keping rupiah itu nggak mudah.” Wow, tulusnya. Bagi pemula mungkin malu, menawarkan, menunggui, yang sebelumnya harus memasak, meracik juga belanja di pasar, belum lagi harus bangun lebih awal. Pokoknya serentetan proses yang mesti dilalui. Bergelut di dapur sedari bangku kuliah ?! Why not !!!. Koki Rudy aja mulai dari bangku sekolah dasar.
Hidup itu pilihan. Ketika dikejar kebutuhan, Mahasiswa kreatif (kreatif apa kere lan aktif ) akan menyulap segala sesuatu menjadi uang. Bisa dibilang berjualan karena MOP alias Master of Kepepet pun dijalani. Tuhan juga berfirman yang intinya, tidak akan merubah keadaan seseorang sebelum mereka berusaha untuk beranjak meninggalkan keadaan sebelumnya untuk menjadi lebih baik. Jadi nggak ada harapan terwujud secara instan. Semua butuh proses, dari yang tersukar sampai termudah sekalipun.
Pernah kepikiran nggak sih, menghasilkan uang sendiri minimal untuk kebutuhan domestic pribadi, seperti beli make-up, parfume, lotion de el el. Yeah, meski setiap proposal yang kita ajukan pada orang tua pasti di ACC. Muncul rasa kasihan juga kalau sampai keterusan. Tanggung jawab di pundak mereka juga nggak cuma kita saja. Uang memang bukan segalanya tapi tanpa uang, apa daya kita.
Perlu diingat kalau jatuh bangun adalah fitrah dari perjuangan. Ketika terasa lelah, tak berdaya dan usaha seakan sia-sia, Tuhan tahu betapa keras kita berusaha. Ketika menangis, Tuhan sudah menghitung air mata kita, peluh pun menjadi saksi. Amanah adalah konsekuensi dari tekad. Kita adalah bagian dari dakwah. Ada yang tegar dan ada yang terlempar. Hanya ada satu kata, “kita tidak akan berhenti berjuang!!!” Lantunan indah penuh makna, kobarkan semangat di dada.