Selasa, 31 Mei 2011

TERJEMAH SURAT AL AN’AM AYAT 75-79


A.    SURAT AL AN’AM AYAT 75-79
1.      Ayat 75
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.”
2.      Ayat 76
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam".

3.      Ayat 77
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat."
4.      Ayat 78
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
“Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”


5.      Ayat 79
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

B.     TAFSIR
Dalam ayat-ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengiisahkan dakwah Nabi Ibrahim as yang mengajak manusia untuk beragama tauhid dan menjauhi penyembahan berhala yang membawa manusia kepada kesesatan, dengan disertai alasan-alasan yang kuat. Jagat raya dan seluruh isinya derta hukum yang berlaku didalamnya, cukup kuat untuk menjadi bukti keesaan Allah dan kebatilan perbuatan orang-orang musyrikin.
Ayat 75, kemudian daripada itu Allah SWT memberikan penjelasan lagi, bagaimana Allah SWT menampakan kegungan ciptaan Nya di langit dan di bumi, dan tata susunannya ataupun keindahan tata warnanya. Allah menampakan kepada Ibrahim as. Benda-benda langit yang beraneka ragam bentuk dan susunannya, beredar menurut ketentuannta masing-masing secara teratur. Bumi yang terdiri atas lapisan-lapisan yang banyak mengandung barang tambang dan perhiasan, sangat berguna bagii kepentingan manusia.
Kesemuanya itu menjadi bukti adanya keagungan Allah, yang dapat dipahamo oleh manusia dengan berfikir sesuai dengan firmanNya.
Allah SWT menjelaskan pula maksud tujuan dari pengenalan Ibrahim as. Terhadap keindahan ciptaanNya itu untuk Ibrahim as. Benar-benar mengenal hukum alam yang berlaku terhadap ciptaanNya, dan kekuasaan Allah yang mengendalikan hukum-hukum itu, agar dapat dijadikan bukti-bukti dalam menghadapi orang-orang musrikin yang sesat, dan menjadi pegangan bagi dirinya agar termasuk orang yang betul-betul meyakini ke Esaan Allah SWT.
Ayat 76, Sesudah itu Allah SWT menjelaskan proses pengenalaan Ibrahim as. Secar terperinci. Mula pertama pengalaman Nabi Ibrahim as terhadap bintang-bintang yang pada saat bintang nampak bercahaya dan pada saat bintang itu tidak bercahaya, dilihatnya sebuah bintang yang bercahaya paling terang.
Maka timbulah pertanyaan dalam hatinya. “Inikah Tuhanku? Pertanyaan ini merupakan pengingkaran terhadap anggapan kaumnya. Agar mereka tersentak untuk memperlihatkan alasan-alasan pengingkaran yang akan dikemukakan.
Akan tetapi setelah bintang itu tenggelam dan sirna dari pandangan timbul keyakinan bahwa ia tidak senang kepada yang tenggelam dan menghilang, apalagi dianggapnya sebagai Tuhan.
Ini sebagai alasan Nabi Ibrahim as untuk mematahkan itikad kaumnya bahwa semua yang mengalami perubahan itu tidak pantas dianggap sebagai Tuhan. Kesimpulan Ibrahim as itu merupakan kesimpulan dari jalan fikiran yang benar dan sesuai dengan fitrah. Dan siapa saja yang melakukan pengamatan serupa itu, niscaya akan berkesimpulan ssama.
Ayat 77, seirama dengan ayat yang lalu, Allah SWT menjelaskan pula pengamatan Nabi Ibrahim as terhadap benda langit yang lebih terang cahayanya dan lebih besar kelihatannya yaitu bulan.
Setelah Nabi Ibrahim as melihat bulan tersembunyi dibalik cakrawala, dengan cahaya yang terang benderang itu, yang terlihat ketika terbit, timbulah kesan dalam hatinya untuk mengatakan, “Inikah gerangan Tuhanku?” Perkataan Ibrahim as serupa itu adalah pernyataan yang timbul secara naluriyah seperti juga kesan yang didapat oleh kaumnya yang sebenarnya adalah pernyataan untuk mengingkari kesan pertama yang menipu pandangan mata itu dan untuk membantah keiyakinan kaumnya seperti pernyataannya dalam ayat yang lalu. Pengulangan berita dengan memberikan  kenyataan yang lebih tandas adalah untuk menguatkan pernyataan yang telah lalu. Kemudian setelah bulan itu terbenam dari ufuk dan lenyap dari pengamatan, diapun memberikan pertanyaan agar diketahui oleh orang-orang musrikin yang berada di sekitnya.
Ibrhin berkata, “Sebenarnyalah jika Tuhan tidak memberikan daku petunjuk kepada jalan yang benar untuk mrngetahui dan meyakini ke EsaanNya niscaya aku termasuk dalam golongan yang tersesat, yaitu orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan tidak mengakui petunjuk Tuhan, serta menyembah Tuhan-Tuhan selain Allah. Mereka itu lebih senang memperturutkan hawa nafsunya daripada melakukan perbuatan yang diridhai Allah. Sindiran yang bertahap ini adalah sebagai sindiran yang menentukan untuk mematahkan pendapat-pendapat kaumnya. Sindiran yang pertama lunak, kemudian diikuti dengan sindiran yang kedua yang tandas, adalah untuk menyanggah pikiran kaumnya secara halus agar mereka terbuka belenggu hatinya untuk memahami kebenaran yang sebenar-benarnya.
Ayat 78, Kemudian daripada itu Allah SWT mengisahkan sindirannya yang lebih tajam yaitu pengamatan Nabi Ibrahim as. Terhadap matahari, benda langit yang paling cerah cahayanya menurut pandangan mata, yang merupakan lah lalu, yaitu rentetan ketigaa dari pengamatan-pengamatan Ibrahim yang telah lalu, yaitu setelah Ibrahim as. Melihat matahari tersembunyi terbit di ufuk, diapun berkata ;” Yang terlihat sekarang adalah Tuhanku” Ini lebih besar dari pada bintang-bintang dan bulan. Akan tetapi setelah matahari itu tenggelam dan sirna dari pandangan, beliau pun mengeluarkan peringatan :”Wahai kaumku, sebenarnya aku berlepas dieri dari apa yang kamu sekutukan.”
Sindiran ini adalah sindiran yang paling tajam untuk membungkam kaumnya agar mereka tidak mengajukan alasan lagi buat mengingkari kebenaran yang dibawakan oleh Ibrahim as.
Ayat 79, Setelah Allah SWT mengisahkan kelepasan diri Ibrahim  as dan akidah tauhidnya yang murni, yaitu Ibrahim as. Menghadapkan dirinya dalam ibadah-ibadahnya kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi.
Dia pula yang menciptakan benda-benda langit yangrang benderang di angkasa raya dan menciptakan menciptakan manusia seluruhnya, termasuk pemahat patung-patung yang beraneka ragam bentuknya.
Ibrahim as cenderung kepada agama tauhid dan menyatakan bahwa agama-agama lainnya adalah batal, dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang yang musyrik. Dia seorang yang berserah diri kepada Allah SWT semata. Dan Allah berfirman : “ Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus.’
“dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telaah berpegang pada buhul tali yang kokoh.’

C.    KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penjelasan diatas adalah sebagai berikut :
1.    Menyembah berhala atau patung bertentangan dengan fikiran yang benar dan menyimpang dari ajaran agama tauhid.
2.    Dengan melihat keindahan ciptaan Allah, manusia akan mendapatkan bukti ke Esaan Nya.
3.    Benda-benda langit termasuk bintang-bintang itu bukanlah Tuhan akan tetapi makhluk Nya. Maka tidak pantaslah seorang endewakan makhluk Allah yang tidak kekal dan mengalami perubahan.
4.    Ibrahim as mengajak kaumnya untuk beragama tauhid, dengan cara-cara yang halus, diajaknya kaumnya untuk menggunakan fikirn memperlihatkan keindahan ciptaan Allah agar terbuka fikirannya untuk mengakui keEsaan Nya.
5.    Ajaran nabi Ibrahim as kepada kaumnya untuk memperhatikan keindahan ciptaan llah itu untuk membenarkan agama tauhid dan meninggalkan kemusyrikan.
6.    Nabi Ibrahim as beragama tauhid, seorang yang khanif, menyerahkan diri kepada Allah semata dan membenci kemusrikan.

D.    SUMBER
Departemen Agama Republik Indonesia. 1993. Al Qur’an. Semarang : PT Citra Efthar

Sejarah Pendidikan Islam



a.      Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yang disebut Tarih (( التاريخ, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.[1]
Kemudian yang disebut dengan ilmu tarih adalah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan umat[2].
Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yaang berarti pengalaman masa lampau daripada umat manusia, the past experience of mankind[3].
Menurut Sayid Quthub, sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu dan pengertian mengenai hubungan-hubungan yang nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat[4].
Berdasarkan dari pengertian sejarah diatas, maka dapat dirumuskan pengertian tentang Sejarah Pendidikan Islam (Tarihut Tarbiyah Islamiyah) sebagai berikut[5] :
1.      Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
2.      Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan oprasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Dikutip dari buku sejarah peradaan Islam editor Siti Maryam, dkk. Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab ”syajarah”, artinya ”pohon kehidupan”, makna sejarah paling sedikit memiliki dua konsep terpisah yaitu sejarah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia dan sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis[6].
Sedangkan pengertian dari pendidikan Islam yaitu menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi ”pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam dan perang dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya , manis dan pahitnya”[7].
Pendidikan Islam menurut DR. H. Maksum M yaitu segala proses pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Quran, sunnah Nabi, perkataan dan perbuatan sahabat, ijtihad para ulama. Untuk membentuk kepriadian muslim yang tangguh dan mampu mengatasi masalah-masalah dikehidupannya dengan cara Islam, sehingga tercapai tujuan akhir yaitu bahagia dunia dan akhirat dengan Ridho Allah[8].
Dilihat dari pengertian sejarah dan pendidikan Islam diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa. Sejarah pendidikan Islam adalah sejarah atau kejadian pada masa lampau yang terjadi pada zaman Rasulullah yang muncul dan berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri[9], yang kemudian perkembangan selanjutnya pada masa Khulafaur Rasyidin, Bani Ummayah dan Abbasyiah sampai jatuhnya kota bagdad dan lenyapnya khalifah Islam yang terakhir di Istambul pada tahun 1924[10].

b.     Manfaat Sejarah Pendidikan Islam
Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia[11]. Oleh sebab itu kegunaan sejarah pendidikan Islam meliputi dua aspek, yaitu kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.
1.    Bersifat Umum, sejarah pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai keteladanan. Seperti tersirat dalam firman Allah, yaitu :
Al Ahzab (33:21)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Artinya: “Demi sesungguhnya, Rasulullah itu adalah contoh telada yang baik bagi kamu sekalian”
Ali Imran (3:31)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
            Artinya: “Katakanlah olehmu (Muhammad), jika kamu sekalian cinta kepada Allah, maka hendaklah ikut akan daku, niscaya Allah cinta kepada kamu”.
Al A’raf (7:158).
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ....
Artinya :” Dan hendaklah kamu mengikut akan dia (Nabi Muhammad SAW) supaya kamu mendapat petunjuk”.

2.    Bersifat Akademis, kegunaan sejarah pendidikan Islam selain memberikan pembendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu teknologi. Dalam syllabus Fakultas Tarbiyah IAIN, kegunaan studi sejarah pendidikan Islam diharapkan dapat:
1.    Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, sejak zaman lahirnya sampai sekarang.
2.    Mengambil manfaat dari proses pendidikan Islam, guan memecahkan problematika pendidikan Islam pada masa kini.
3.    Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan Islam.

c.      Obyek Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandang suatu fakta atau kejadian tentang peradaban suatu bangsa. Maka objek Sejarah Pendidikan Islam mencangkup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik informal, formal maupun nonformal. Dengan denikian akan diperoleh apa yang disebut “sejarah serba objek”[12].

d.     Metode Sejarah Pendidikan Islam
Mengenai metode yang dipergunakan dalam rangka penggalian maupun penulisan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri ada dua macam yaitu metode mencari informasi atau data dan metode penulisan sejarah itu sendiri.
Dalam mencari informasi atau data metode yang digunakan ialah:
1.    Metode Lisan, dengan metode ini pelacakan suatu objek sejarah dengan menggukan interview.
2.    Metode observasi, dalam hal ini objek sejarah diamati secara langsung.
3.    Metode dokumenter, metode ini berusaha dengan mempelajarinya secara cermat dan mendalam segala catatan dan dokumen tertulis.

Sedangkan dalam penulisan sejarah pendidikan islam metode yang digunakan ialah[13]:
1.      Metode Deskriptif
Ialah bahwa ajaran-ajaran Islam, sebagai agama yangn dibawa Rasulullah SAW dalam Quran dan hadis, terutama yang berhubungan dengan pengertian pendidikan, harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud unutk memahami makna yang terkandung dalam ajaran tersebtut.
2.      Metode Komparatif
Dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam kurun-kurun serta di tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu, sehingga diketahui pula adanya garis yang tertentu yang menghubungkan pendidikan Islam dengan pendiidkan yang dibandingkan.
3.      Metode dengan pendekatan Analisi-Sintesis
Analisis artinya secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah, pengertian-pengertian yang diberikan oleh Islam, sehingga diketahui adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam. Dan sintesis dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh satu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan sejarah pendidikan Islam.

e.      Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
Secara garis besar Dr. Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam 3 periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern[14]. Kemudian perinciannya dapat dibagi menjadi lima masa, yaitu:
1.      Masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M);
2.      Masa khalifah yang empat (632-661 M);
3.      Masa kekuasaan Umaiyah di Damsyik (661-750 M);
4.      Masa kekuasaan Abbasiyah di Bagdad (750-1250 M );
5.      Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Bagdad tahun 1250 M dampai sekarang.

Selanjutnya pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam ini, akan di bagi kedalam 5 periode, yaitu:
1. Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada Zaman Nabi Muhammad.
2. Periode pertumbuhan pendidikan Islam.
3. Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam.
4. Periode kemunduran pendidikan Islam.
5. Periode pembaharuan pendidikan Islam.

Pembagian periodesasi dalam pendidikan Islam tersebut , dimaksudkan hanyalah sebagai usaha untuk memudahkan urutan pembahasan saja, karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah selalu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa lainnya, baik yang sebelum, yang semasa maupun yang sesudahnya[15].



[1] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Bumiaksara, Jakarta, 2010, hal. 1
[2] H.Munawar Choli, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Bulan Bintang, Jakarta, 1969, hal.15
[3] As Hornby, Oxford Advences Learber’s Dictionary of Current English
[4] Sayyid Quthub, Konsepsi Sejarh dalam Islam, Yayasan Al-Amin, Jakarta, t.t., hal.18
[5] Dra. Zuhairini, dkk. Opcit, hal. 2
[6] Zianuddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Mizan, Bandung, 1986, hal. 208.
[7] Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana, Bulan Bintan, Jakarta, 1980, hal. 39.
[8] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, hal. 4.
[9] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangan, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999, hal.7.
[10] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, 1992, hal. 3.
[11] H. Munawar Cholil, opcit, hal. 20-21
[12] Drs. Rachmat Imam Santoso, Penulisan Sejarah Pendidikan Islam, Makalah Diskusi, IAIN Sunan Ampel Malang, 1975
[13] Dra. Zuhairini, dkk., opcit, hal. 4.
[14] Dr. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan gerakan, Bulan Bintang, Jakata, 1975, hal. 11.
[15] Dra. Zuhairini, dkk.., opcit, hal. 7-8